JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyarankan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja sebaiknya tidak dibahas lebih lanjut oleh DPR RI.
Menurut dia, RUU tersebut harus dikembalikan ke pemerintah untuk disusun ulang.
"Mendingan menurut saya dibahas ulang, tapi dengan cara-cara yang partisipatif," kata Bivitri dalam diskusi bertajuk 'Pro Kontra Omnibus Law Cipta Kerja' di Kantor LIPI, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2020).
Baca juga: Ditarget Rampung 100 Hari, Bagaimana Nasib Omnibus Law Cipta Kerja Kini?
Bivitri menilai, ada permasalahan cara pandang pemerintah saat menyusun RUU Cipta Kerja.
Cara pandang yang dimaksud, yakni pemerintah dengan mudah merevisi RUU melalui penggantian kata per kata yang dipermasalahkan masyarakat.
Terlebih lagi, jumlah kluster yang dibahas dalam Omnibus Law Cipta Kerja cukup banyak.
"Kenapa saya mengambil sikap ini? karena narasinya mulai yang 'oh kalau enggak suka pasal 170, delete saja, oh kamu enggak suka pasal sekian 68 misalnya, ayo perubahan kamu apa'," ujar Bivitri.
Ia khawatir apabila pasal bermasalah dengan mudah diubah akan membuat tambal sulam dan implementasi RUU Cipta Kerja menjadi lebih buruk dari yang dicita-citakan.
Baca juga: Pemerintah Segera Sosialisasi Omnibus Law RUU Cipta Kerja
"Jadi tambal sulam sekali jadi nanti jangan-jangan pas diimplementasikan malah lebih jelek dari yang didesain waktu awal," ungkap Bivitri.
Adapun pada Rabu (12/2/2020), DPR telah menerima draf serta surat presiden (surpres) Omnibus Law Cipta Kerja.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan