Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Langkah KPK Hentikan Penyelidikan 36 Dugaan Korupsi Tuai Polemik

Kompas.com - 24/02/2020, 08:00 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan penghentian penyelidikan 36 perkara dugaan korupsi.

Pengumuman ini terbilang tidak biasa, mengingat KPK di periode sebelum-sebelumnya tidak melakukan hal tersebut.

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menegaskan, penghentian penyelidikan 36 perkara oleh KPK berdasarkan evaluasi ketat di internal.

"KPK periode sekarang itu kan kita mengevaluasi secara keseluruhan baik itu bidang pencegahan, penindakan, SDM, dan sebagainya. Berdasarkan laporan tahunan terakhir begitu kan. Dari evaluasi itu ada 366 surat perintah penyelidikan yang menjadi tunggakan dan itu tahunnya ada yang sejak tahun 2008 sampai 2019. Tunggakan itu pengertiannya masih berjalan," kata Ali. 

Ali menyampaikan hal itu dalam diskusi bertajuk "Dear KPK, Kok Main Hapus Kasus?" di Upnormal Coffee Roasters, Jakarta, Minggu (23/2/2020).

Dari temuan itu, internal KPK melakukan rangkaian evaluasi di Direktorat Penyelidikan.

Setelah evaluasi, internal KPK menyusun laporan yang kemudian disampaikan ke direktur penyelidikan.

Selanjutnya, laporan itu disampaikan ke deputi penindakan hingga pimpinan KPK.

"Dilaporkan ke pimpinan untuk di-review ulang. Jika memang tidak ada bukti permulaan cukup maka prosesnya dihentikan," kata Ali. 

Ia mengatakan, 36 kasus yang dihentikan ini sebagian besar merupakan penyelidikan tertutup yang cenderung mengarah pada operasi tangkap tangan (OTT).

Sementara itu, penyelidikan terbuka mengarah pada dugaan korupsi yang terkait dengan dugaan kerugian keuangan negara.

Ketika melakukan penyelidikan tertutup, kata Ali, tim penyelidik tak serta-merta langsung bisa menangkap seseorang tanpa didukung bukti permulaan yang cukup.

"Karena kan begini di lapangan itu kan tidak semuanya kita dapat, OTT itu tidak kemudian kita langsung dapat begitu loh, banyak faktor di lapangan itu. Bisa jadi dapat, bisa jadi enggak. Jadi saat itu bisa tidak tertangkap tangan, belum terjadi tangkap tangan. Karena di lapangan kita tidak menemukan," papar

Dengan demikian, demi kepastian hukum, penyelidikan itu bisa dihentikan.

Baca juga: KPK Hentikan 36 Penyelidikan, Bambang Widjojanto: Itu Bukan Prestasi

Menurut Ali, apabila dalam penyelidikan tertutup tidak ditemukan terduga pelakunya, KPK bisa mengarahkannya ke dalam penyelidikan terbuka.

"Orangnya kita temui langsung, kita panggil, kita klarifikasi, kita BAP dan sebagainya. Banyak kasus seperti itu, awalnya kita lidik tertutup, tetapi tidak berhasil menemukan tangkap tangan, misalnya uangnya, makanya kita lidik terbuka," kata dia.

Bahan penyelidikan tertutup yang dihentikan, menurut Ali, juga bisa disampaikan ke instansi terkait untuk dijadikan sebagai bahan pencegahan. Apalagi, ada kasus yang terkait kementerian, aparat penegak hukum, DPR/DPRD.

Dinilai blunder

Sementara itu,Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai, langkah KPK tersebut menjadi blunder.

"Maksudnya kan supaya (KPK) terbuka ya niatnya, tetapi menjadi blunder karena memang penuh ketidakpastian, begitu," kata Adnan.

Sebab, menurut dia, penyelidikan merupakan proses yang rahasia dan penuh ketidakpastian.

Baca juga: KPK Bisa Buka Lagi Penyelidikan yang Dihentikan jika...

Penyelidikan harus dipastikan apakah dilanjutkan ke tahap penyidikan atau dihentikan.

Penghentian penyelidikan, menurut Adnan, merupakan proses yang normal dilakukan lembaga penegak hukum jika tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup.

"Karena itu ini menjadi sebuah kebijakan atau keputusan yang wajar, menjadi masalah ketika keputusan itu diumumkan, disampaikan ke masyarakat. Karena dari sesuatu yang tidak pasti disampaikan ke masyarakat, akhirnya banyak tuntutan lebih," ujar Adnan.

Ia juga mengingatkan, ini akan kembali menjadi masalah jika di kemudian hari KPK tak lagi mengumumkan penghentian penyelidikan.

Sebab, masyarakat akan bertanya-tanya nantinya mengapa KPK tak lagi mengumumkan ke publik jika ada penyelidikan yang kembali dihentikan.

Dengan demikian, kata dia, KPK lebih baik memperkuat akuntabilitas internalnya menyangkut penghentian penyelidikan dugaan korupsi.

Baca juga: KPK Hentikan 36 Penyelidikan, Ketua MPR Nilai Sudah Tepat demi Kepastian Hukum

Menurut Adnan, alasan lainnya yang membuat blunder yaitu KPK periode kepemimpinan Firli Bahuri dan kawan-kawan belum menunjukkan kinerja yang signifikan dalam penegakan hukumnya.

KPK saat ini juga perlu menunjukkan dirinya tidak diperlemah dengan adanya UU KPK yang baru.

"Ketika kita melihat tidak ada perkembangan kasus baru yang sekarang, pada saat yang sama KPK mengumumkan penghentian ini, ini menjadi semacam kontradiktif. Pada saat yang sama kan KPK itu paling tidak sama dengan sebelumnya, ada kerja penegakan hukum," ujar Adnan.

Wajar picu perdebatan

Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menilai wajar jika langkah KPK itu memicu perdebatan di publik.

Polemik itu muncul lantaran KPK periode Firli Bahuri dan kawan-kawan memilih mengumumkannya ke publik secara terbuka.

"Penyelidikan itu nature-nya intelijen, rahasia. Bahkan kami dulu juga sudah menghentikan beberapa penyelidikan tapi kan publik juga enggak tahu. Tapi prosesnya ada, makanya sekarang kan diperdebatkan antara itu keterbukaan informasi publik dengan prosesnya," kata Saut.

Baca juga: KPK: 36 Kasus yang Dihentikan Sebagian Besar Penyelidikan Tertutup Mengarah OTT

Ia menegaskan, penghentian penyelidikan pada dasarnya merupakan proses yang wajar dilakukan oleh lembaga penegak hukum.

Menurut Saut, jika tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup, sudah sepatutnya penyelidikan dugaan korupsi dihentikan.

"Itu kan penyelidik yang paling tahu. Mereka kalau bilang udah Pak ini cuma sampai sini doang, mau diapain juga udah enggak bisa lagi, ya sudah. Tapi biasanya di poin akhir itu selalu bilang, apabila suatu saat ada keadaan tertentu, ini bisa dibuka lagi, itu biasa, bisa kok," ujar dia.

Saut menyarankan, KPK lebih baik tak perlu lagi mengumumkan penghentian penyelidikan. Sebab, transparansi publik juga memiliki batasan tersendiri.

Baca juga: Politisi PDI-P Minta KPK Diaudit atas Penghentian Penyelidikan 36 Kasus

"Jadi biarin aja. Kita kan bertanggungjawab sama Tuhan juga kok. Kan transparansi publik ada batasan. Kalau di penyidikan kan transparansinya sangat terbuka," ujar dia.

Saut pun meminta pengumuman itu tak perlu diperdebatkan lebih panjang lagi. Saut menekankan agar KPK saat ini bisa lebih gencar melakukan penyelidikan dan penyidikan baru lebih intens.

Misalnya, dengan menggelar operasi tangkap tangan (OTT) baru atau menindaklanjuti putusan pengadilan dalam kasus tertentu yang membuka peluang adanya pelaku baru. Itu demi mengembalikan kepercayaan publik yang menurun terhadap KPK akibat polemik ini.

Sementara itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, langkah KPK menghentikan penyelidikan 36 kasus dugaan korupsi sudah tepat.

Menurutnya, penghentian penyelidikan itu memberikan kepastian hukum terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat.

"Saya kira langkah yang dilakukan KPK sudah tepat, menegaskan apakah suatu kasus berlanjut atau tidak. Sehingga menimbulkan kepastian hukum bagi para pihak," kata Bambang di DPR, Senayan, Jakarta, Sabtu (22/2/2020).

Bambang mengatakan, KPK sebagai lembaga penegak hukum memiliki kewenangan menghentikan penyelidikan jika dirasa tak memiliki bukti permulaan cukup.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Dukung Khofifah di Pilgub Jatim, Zulhas: Wakilnya Terserah Beliau

Nasional
Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Polisi Buru 2 Buron Penyelundup 20.000 Ekstasi Bermodus Paket Suku Cadang ke Indonesia

Nasional
Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Tanggapi Prabowo, Ganjar: Jangan Sampai yang di Dalam Malah Ganggu Pemerintahan

Nasional
Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Tanggapi Prabowo, PDI-P: Partai Lain Boleh Kok Pasang Gambar Bung Karno

Nasional
Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Zulhas: Hubungan Pak Prabowo dan Pak Jokowi Dekat Sekali, Sangat Harmonis...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com