Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPPOD: RUU Cipta Kerja Memperumit Tumpang Tindih Regulasi Lahan

Kompas.com - 20/02/2020, 15:21 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mengkritik sejumlah pasal dalam draf rancangan undang-undang omnibus law RUU Cipta Kerja.

Salah satunya, mengenai ketentuan yang menyebutkan bahwa jika terjadi persoalan terkait lahan, maka penyelesaiannya menggunakan peraturan presiden (perpres). Ketentuan tersebut dinilai kontradiktif dengan konsep omnibus law itu sendiri.

"Kita lihat itu satu kontradiktif dengan omnibus law sendiri," kata Peneliti Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Herman Nurcahyadi Suparman dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2020).

Baca juga: 5 Aturan dalam RUU Cipta Kerja yang Berpotensi Memiskinkan Buruh

Ketentuan mengenai penyelesaian persoalan lahan dimuat dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja Pasal 18 yang memuat ketentuan perubahan dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Di dalam ketentuan yang diubah itu, Pasal 6 Ayat 5 berbunyi:

"Dalam hal terjadi tumpang tindih antara rencana tata ruang dengan kawasan hutan, izin dan/atau hak atas tanah, penyelesaian tumpang tindih tersebut diatur dalam Peraturan Presiden."

Herman menilai, bunyi ketentuan itu bertentangan dengan omnibus law karena pada dasarnya omnibus law dibuat untuk menyelesaikan persoalan tumpang tindih regulasi.

Dengan adanya ketentuan ini, masalah tumpang tindih regulasi tak terjawab. Justru aturan ini kian memperumit tumpang tindihnya regulasi.

"Omnibus itu sebenarnya ingin mengharmonisasi atau ingin mengatasi tumpang tindih regulasi, baik di level undang-undang atau undang-undang dengan peraturan turunannya," ujar Herman.

"Tapi di dalam pengaturan omnibus ini sendiri, justru ketika ada tumpang tindih terkait tata ruang, terkait dengan izin, terkait dengan hak atas tanah dan bangunan, diselesaikan dengan peraturan presiden," tutur dia

Baca juga: Mendagri: RUU Cipta Kerja Terobosan untuk Investasi dan Lapangan Kerja

Alih-alih menyelesaikan persoalan dengan perpres, Herman menilai, seharusnya potensi munculnya persoalan lahan dapat diatur di undang-undang yang berkaitan langsung.

"Kenapa enggak diselesaikan saja dari awal secara sistematis dalam undang-undang itu sendiri," kata Herman.

Herman mengatakan, keberadaan omnibus law seharusnya dapat menekan persoalan terkait tumpang tindih lahan.

Sekalipun terjadi masalah terkait hal tersebut, seharusnya penyelesaiannya dapat dituntaskan menggunakan undang-undang yang berkaitan.

"Justru semua potensi persoalan tadi itu terkait hak atas tanah dari masyarakat adat atau individu tertentu harus diselesaikan secara normatif prinsip di undang-undangnya sehingga nanti ke depan ketika ada persoalan seperti itu sudah dijawab oleh undang-undang, yang kita lihat kok ini muncul lagi soal perpres," ucap Herman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com