JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara meminta pemerintah tetap menuntaskan proses hukum kasus tragedi Semanggi I dan Semanggi II.
Pasalnya, Komnas HAM menilai rekomendasi DPR periode 1999-2004 tentang tragedi Trisakti dan Semanggi bersifat politis.
"Itu kan keputusan politis yang tidak didasari pada penyelidikan pro-yustisia. Sementara Komnas HAM menekankan penyelidikan pro-yustisia yang harus ditindaklanjuti. Jadi tetap jalan terus (penuntasan hukum)," ujar Beka saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (27/1/2020).
Baca juga: Mahfud MD: Tak Ada Tenggat Waktu Penyelesaian Tragedi Semanggi I dan II
Beka mengatakan, pihak Komnas HAM dan pemerintah akan membahas mengenai mekanisme penyelesaian yang akan ditempuh.
Menurut dia, akan ada pertemuan antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung yang akan difasilitasi oleh Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
"Dari situ kita bersepakat apa saja, poinnya apa saja dan isunya apa saja akan didiskusikan," tutur Beka.
Baca juga: Mahfud MD Klarifikasi Pernyataan Jaksa Agung soal Tragedi Semanggi
Lebih lanjut Beka kembali menegaskan, tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II merupakan pelanggaran HAM berat.
Hal itu didasarkan kepada serangkaian penyelidikan, pemanggilan saksi-saksi dan mencari fakta, bukti, data yang ada.
"Sehingga kami simpulkan peristiwa Trisakti , Semanggi I dan Semanggi II merupakan pelanggaran HAM berat," tambahnya.
Baca juga: Mahfud MD: Pernyataan Jaksa Agung soal Tragedi Semanggi Merujuk Rekomendasi DPR
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin sempat mengatakan, peristiwa Semanggi I dan II bukan pelanggaran HAM berat.
Hal ini disampaikan Burhanuddin dalam rapat kerja dengan Komisi III pada pemaparan terkait perkembangan penanganan kasus HAM.
Pernyataan tersebut kemudian diklarifikasi oleh Menko Polhukam Mahfud MD. Menurut Mahfud, konteks pernyataan Jaksa Agung yang menyebut kedua kasus tersebut bukan pelanggaran HAM berat merujuk pada rekomendasi DPR.
Baca juga: Jumat Kelam Tragedi Semanggi 1998, Perjalanan Mencekam Bertemu Wawan...
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, DPR periode 1999-2004 pernah merekomendasikan Peristiwa Semanggi I dan II tidak termasuk dalam kategori pelanggaran berat HAM.
Rekomendasi itu berbeda dengan hasil penyelidikan Komisi Penyelidikan Pelanggaran (KPP) HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II yang menyatakan sebaliknya.
Adapun Tragedi Semanggi I merupakan momen di mana mahasiswa menggelar demonstrasi terkait tuntutan reformasi.
Mahasiswa menggelar aksi penolakan terhadap Sidang Istimewa MPR/DPR mengenai pemerintahan transisi yang dipimpin BJ Habibie sehingga terjadi pertumpahan darah.
Baca juga: Kesaksian Savic Ali soal Tragedi Semanggi I, Derap Sepatu Lars hingga Suara Tembakan
Sementara, Peristiwa Semanggi II terjadi pada 24 September 1999. Saat itu, mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa untuk meminta pembatalan pengesahan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB) yang disahkan DPR dan pemerintah.
Ada beberapa poin dalam RUU PKB yang memunculkan kontroversial. Salah satunya, jika disahkan, UU PKB akan menjadi pembenaran bagi TNI untuk melakukan operasi militer.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.