JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Suparji Ahmad menilai, vonis yang dijatuhkan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap eks Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy terlalu ringan.
Bahkan, kasus ini dapat menjadi pemandangan baru dalam upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air.
“Menurut saya memang kasus ini agak termasuk progresif dalam tanda petik,” kata Suparji kepada Kompas.com, Selasa (21/1/2020).
Baca juga: ICW Nilai Vonis Eks Ketum PPP Romahurmuziy Terlalu Ringan
Menurut dia, posisi Romy dalam kasus ini layak untuk dipertanyakan, apakah ia bertindak sebagai anggota DPR atau ketua umum partai.
Dalam pertimbangannya, hakim meyakini ada internvensi yang diberikan Romy kepada mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin demi meloloskan Haris Hasanuddin menjadi Kakanwil Kemenag Jawa Timur.
Lukman sendiri diketahui merupakan salah satu kader partai berlambang Ka’bah itu.
Suparji menyatakan, sebagai anggota DPR, Romy duduk di komisi yang tidak berkaitan langsung dengan Kementerian Agama, yaitu Komisi VIII.
Romy diketahui duduk di Komisi XI yang mengurusi persoalan keuangan.
“Jadi, kalau dalam konteks ketua umum partai dia tidak memiliki wewenang untuk mengatur jabatan di Kementerian Agama. Di DPR pun dia tidak berada di komisi yang mengatur Kementerian Agama ya. Itu kan tidak ada kewenangan di situ,” kata dia.
“Tapi memang atmosfernya kan sudah berbeda sekarang ini,” imbuh Suparji.
Baca juga: Bantah PPP soal Vonis Romahurmuziy, Pakar Hukum Jelaskan Beda Pasal Suap dengan Gratifikasi
Menurut dia, sejak Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi berlaku dan terjadi perubahan di dalam struktur kepemimpinan KPK, terjadi sedikit pelemahan dalam upaya pemberantasan korupsi.
Setidaknya, hal itu telah dimulai sejak adanya putusan bebas Pengadilan Tipikor terhadap mantan Direktur Utama PLN (Persero) Sofyan Basir dalam proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau 1.
“Dalam hal ini tidak bisa saling terlepas di dunia pemberantasan korupsi termasuk di pengadilan. Ada regulasi baru, ada komisioner baru, ada dewan pengawas baru, tentunya ini memiliki suatu pengaruh ya,” ucap Suparji.
“Kalau dulu kan ada kecenderungan mengamini saja apa yang didakwakan atau dituntut KPK. Sekarang ini sudah tidak sepenuhnya seperti itu, melakukan pembenaran atas dasar fakta di persidangan,” kata dia.
Baca juga: Romahurmuziy Divonis 2 Tahun, PPP Lega
Sebelumnya, Romy dinyatakan bersalah dalam kasus ini. Hakim menyatakan Romy terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.