"Ada dua, karena yang disoal kan sebenarnya Pak Nazarudin Kiemas meninggal. Meninggalnya kan sebelum pemungutan suara makanya itu terkait penetapan calon terpilih (DPR RI) kan," ujar Pramono kepada wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020).
Baca juga: Puan Maharani: PDI-P Punya Hak Lakukan PAW
Adapun penetapan calon anggota DPR RI terpilih menggunakan dasar hukum pasal 426 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam aturan ini dijelaskan tentang penetapan penggantian calon terpilih anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota
Bunyinya, "dilakukan apabila calon terpilih yang bersangkutan meninggal dunia, mengundurkan diri; tidak lagi memenuhi syarat menjadi anggota DPR, DPD DPRD provinsi, atau DPRD kabupaten/kota; atau terbukti melakukan tindak pidana Pemilu berupa politik uang atau pemalsuan dokumen berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap".
Baca juga: Ketua DPR Sebut PDI-P Ajukan 2 PAW, Tak Ada Nama Harun Masiku
Kemudian, persoalan kedua terkait pergantian antarwaktu.
Menurut Pramono, KPU sudah menetapkan Riezky Aprilia sebagai anggota DPR RI.
Dalam menetapkan Riezky, KPU menggunakan dasar pasal 242 ayat (1) UU MD3.
Aturan ini berbunyi, " Anggota DPR yang berhenti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 239 ayat (1) dan Pasal 240 ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPR yang memperoleh suara terbanyak urutan berikutnya dalam daftar peringkat perolehan suara dari partai politik yang sama pada daerah pemilihan yang sama".
Sementara itu, lanjut Pramono, PDIP meminta posisi Nazarudin Kiemas digantikan oleh Harun Masiku.
Baca juga: KPU Tegaskan Parpol Tak Bisa Usulkan PAW Anggota DPR Secara Langsung
Dalam upayanya, PDIP menyertakan dua hal yakni putusan Mahkamah Agung (MA) atas uji materi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019 dan fatwa MA.
Akan tetapi, kata Pramono, KPU tetap menolak permintaan PDIP.
"Memang PKPU yang diuji, tapi kan Undang-undangnya tidak berubah. Ngapain diubah, wong kita kan berpegang dengan Undang-undang. Soal MA tidak ada urusannya ya, " tegas Pramono.
"Itulah yang menjadi sikap kita sejak awal, walau ada putusan MA, ya kita tidak bisa. Ada fatwa MA ya tidak bisa. Kan Undang-undang enggak diubah. Kecuali ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap pasal di Undang-undang," tegas Pramono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.