Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Staf Khusus Wapres Dinilai Tak Efisien dan Politis

Kompas.com - 26/11/2019, 19:01 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Jati menilai, wakil presiden belum memerlukan staf khusus.

Pasalnya, saat ini presiden dan wakil presiden dalam menjalankan fungsinya, telah banyak dibantu lembaga terkait yang sudah terbentuk.

"Sebenarnya kalau dilihat dari efisiensi pemerintahan, keberadaan stafsus Wapres ini belum perlu. Terlebih lagi sudah ada KSP yang berperan sebagai "lembaga think tank" Istana. Tapi sekali lagi ini lebih berat unsur politis daripada efisiensi birokrasi," kata Wasisto melalui pesan singkat, Selasa (26/11/2019).

Baca juga: Pemilihan Staf Khusus Wapres Tak Ada Campur Tangan Jokowi

Ia menambahkan penunjukan staf khusus Wakil Presiden lebih kental aroma politik daripada upaya mendukung efisiensi dan efektivitas kinerja pemerintahan.

Hal itu, kata Wasisto, bisa dilihat dari latar belakang para staf khusus yang kebanyakan berasal dari golongan Nahdlatul Ulama (NU). Menurut dia, hal itu menunjukkan upaya pemerintah mengakomodasi NU yang belum banyak tertampung di Kabinet Indonesia Maju.

"Kalau dilihat komposisi staf khusus wapres ini lebih ideologis daripada stafsus presiden. Corak NU sangat kental sekali. Saya pikir penunjukan mereka adalah bagian upaya Wapres untuk merangkul NU yang sempat 'kecewa' dengan pembagian kursi menteri," kata Wasisto.

"Hal ini menunjukkan seberapa perlu staf khusus NU dari sini. Mereka jelas berperan membantu Wapres namun juga menjadi saluran aspirasi nahdliyin ke negara," lanjut dia.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin telah menunjuk delapan orang staf khusus wakil presiden yang akan membantunya di beberapa bidang.

Kedelapan staf khusus tersebut diumumkan langsung oleh Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (25/11/2019).

Dia mengatakan, para staf khusus itu diangkat berdasarkan bidang mereka masing-masing yang sesuai nomenklatur dan peraturan sebelumnya sejak era Wapres Jusuf Kalla.

Baca juga: Penunjukan 8 Staf Khusus Wapres yang Tanpa Campur Tangan Jokowi dan Bukan Milenial

Adapun delapan orang staf khusus tersebut didominasi dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dengan latar belakang bidang yang berbeda-beda, sebagai berikut:

1. Mohamad Nasir, mantan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi sebagai Staf Khusus Wapres Bidang Reformasi Birokrasi

2. Satya Arinanto, staf khusus sejak era Wapres Jusuf Kalla yang akan membidangi masalah hukum.

3.  Sukriansyah S Latief, mantan staf khusus Kementerian Pertanian sebagai Staf Khusus Wapres Bidang Infrastruktur dan Investasi

4. Lukmanul Hakim, Direktur LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai Staf Khusus Wapres Bidang Ekonomi dan Keuangan

5. Muhammad Imam Aziz, Ketua Harian PBNU sebagai Staf Khusus Wapres Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Otonomi Daerah.

6. Robikin Emhas, Ketua Harian PBNU sebagai Staf Khusus Wapres Bidang Politik dan Hubungan Antar-lembaga

7. Masduki Baidlowi, Staf Khusus Bidang Komunikasi dan Informasi

8. Masykuri Abdillah, Guru Besar Hukum Islam UIN Jakarta sebagai staf khusus Wakil Presiden bidang Umum.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Anggap Jokowi Bukan Kader Lagi, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com