JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menilai, keinginan Komisi Pemilihan Umum ( KPU) melarang mantan terpidana kasus korupsi ikut pilkada, melanggar ketentuan hukum dan hak asasi manusia ( HAM).
"Mengapa pasal larangan mantan terpidana kasus korupsi maju pilkada dinilai melampaui kewenangan undang-undang dan menabrak putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) sehingga dinilai melanggar HAM? Sebab berdasarkan UUD 1945, jika melarang, maka membatasi hak individu, " ujar Margarito dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2019).
Baca juga: Politisi PDI-P Ini Klaim Parpolnya Tolak Eks Koruptor Mendaftar Pilkada 2020
Margarito melanjutkan, UUD 1945 juga menegaskan bahwa membatasi hak individu harus diatur oleh undang-undang.
Terkait hal ini, dia mengingatkan KPU tidak memiliki hak untuk menyusun undang-undang.
"Memangnya undang-undang itu (bisa) dibikin oleh KPU? Yang benar saja. Enggak bisa, " tutur Margarito.
Dia lantas mengingatkan kondisi saat KPU mencoba mengatur larangan bagi mantan terpidana kasus korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Baca juga: Soal Larangan Eks Koruptor Ikut Pilkada, KPU Diingatkan Jangan Langgar UU
Aturan itu diatur pada Peraturan KPU (PKPU). Namun, aturan tersebut dibatalkan oleh MA pada 2018 lalu.
"MA sudah mengatakan bahwa itu salah. Tidak boleh diatur oleh KPU. Mengapa sekarang dibikin lagi aturannya?, " tegas Margarito.
Dia lantas menyinggung alasan KPU soal beberapa kepala daerah yang pernah tersangkut korupsi kemudian terpilih kembali.
Baca juga: Kata Tito Karnavian soal Rencana Eks koruptor Dilarang Ikut Pilkada...
Menurut dia, tidak semua kondisi bisa dipukul rata seperti itu.
Padahal, kata Margarito, ada individu yang belum pernah tersangkut kasus korupsi kemudian saat jadi kepala daerah tertangkap tangan karena korupsi.