JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR, Hugua, mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melanggar undang-undang jika tetap ingin melarang mantan terpidana korupsi ikut pilkada.
KPU memasukkan larangan tersebut dalam draf Peraturan KPU (KPU) Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.
"Kami kan tidak punya kewenangan membentuk PKPU. Hanya kami mengingatkan jangan anda (KPU) melanggar undang-undang," ujar Hugua dalam diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (13/11/2019).
Undang-undang yang dimaksud yakni UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016.
Baca juga: Ingin Larang Koruptor Ikut Pilkada, KPU Dikhawatirkan Cari Popularitas
Dalam undang-undang tersebut, kata Hugua, eks koruptor tetap diperbolehkan mencalonkan diri dalam pilkada sepanjang sudah mengumumkan status pidananya di laman resmi KPU dan media massa.
"Itu bunyi undang-undang lho, bukan saya yang mengatakan," tegas politikus PDIP ini.
Dia melanjutkan, berdasarkan hierarki peraturan perundangan, PKPU yang diusulkan oleh KPU berada di bawah UU Pilkada.
"PKPU tidak boleh melampaui batas kewenangan di dalam UU Pilkada. Maka kami tegaskan KPU ikuti saja aturan dalam UU Pilkada," tutur dia.
Baca juga: Alasan Negara Hukum, PPP Tolak Eks Koruptor Dilarang Ikut Pilkada
Selain itu, Hugua mengingatkan jika masih ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2016 dan Mahkamah Agung (MA) pada 2018 yang memperbolehkan mantan terpidana kasus korupsi mengikuti pilkada.
Sebelumnya, KPU hendak melarang mantan narapidana korupsi mencalonkan diri di Pilkada tahun depan. KPU berpendapat, aturan tersebut tidak akan melanggar hak asasi seorang eks koruptor.
Sebab, pada Pilpres tahun lalu pun, larangan serupa sudah ada.
"Dalam pemilu presiden dan wakil presiden itu salah satu syaratnya calon presiden maupun cawapres itu belum pernah korupsi. (Pilkada) ini kan pemilu juga. Kalau kemudian seperti itu, apakah itu dimaksud sebagai pelanggaran HAM? Kan tidak," kata Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (5/11/2019) lalu.