Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus E-KTP, Markus Nari Dituntut 9 Tahun Penjara

Kompas.com - 28/10/2019, 15:31 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan anggota Komisi II DPR Markus Nari dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (28/10/2019).

Adapun Markus merupakan terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis elektronik atau e-KTP dan dugaan merintangi proses peradilan kasus e-KTP.

"Kami menuntut majelis hakim yang menangani perkara ini untuk memutuskan, satu, menyatakan terdakwa Markus Nari telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata jaksa Andhi Kurniawan saat membacakan surat tuntutan.

Baca juga: Markus Nari Bantah Bujuk Eks Pejabat Kemendagri Tak Sebut Namanya di Kasus E-KTP

Jaksa juga menganggap, Markus bersalah melakukan tindak pidana merintangi secara tidak langsung pemeriksaan di sidang pengadilan perkara korupsi e-KTP.

Jaksa juga menuntut majelis hakim agar menjatuhkan pidana tambahan uang pengganti ke Markus sebesar 900.000 dollar Amerika Serikat (AS) selambat-lambatnya 1 bulan sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

Apabila dalam jangka waktu tersebut, Markus tidak membayar uang pengganti, harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Baca juga: Markus Nari Bantah Terima Uang Terkait Proyek e-KTP

Dalam hal Markus tidak mempunyai harta benda untuk mencukupi uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama tiga tahun.

Selain itu, jaksa juga menuntut agar hak politik Markus dicabut selama 5 tahun sejak ia selesai menjalani masa pidana pokoknya.

Dalam pertimbangan jaksa, hal yang memberatkan Markus adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Baca juga: Markus Nari Akui Pernah Temui Eks Pejabat Kemendagri, tapi Tak Bahas e-KTP

Kemudian, perbuatan Markus berakibat masif karena menyangkut kedaulatan pengelolaan data kependudukan nasional. Dan dampaknya masih dirasakan sampai saat ini.

Perbuatan Markus juga mengakibatkan kerugian keuangan negara yang besar serta Markus tidak mengakui perbuatannya.

Sementara hal meringankan adalah, Markus bersikap sopan di persidangan.

Markus dianggap jaksa terbukti memperkaya diri sebesar 900.000 dollar Amerika Serikat (AS) dalam pengadaan proyek e-KTP.

Baca juga: Markus Nari Minta Jaksa Hadirkan Mekeng dalam Sidang Kasusnya

Menurut jaksa, Markus bersama pihak lainnya dan sejumlah perusahaan yang ikut dalam konsorsium pemenang pekerjaan paket e-KTP juga dianggap merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,31 triliun.

Menurut jaksa, Markus ikut berperan memengaruhi proses penganggaran dan pengadaan paket penerapan e-KTP secara nasional tahun anggaran 2011-2013.

Jaksa mengatakan, aliran uang untuk Markus sebenarnya merupakan bagian dari keuangan negara yang seharusnya digunakan untuk membiayai proyek e-KTP tersebut.

Baca juga: Sidang Markus Nari, Jaksa Tanya Saksi soal Keuntungan Korporasi dalam Proyek E-KTP

Markus juga dinilai terbukti merintangi pemeriksaan mantan anggota Komisi II Miryam S Haryani dan merintangi pemeriksaan terdakwa mantan pejabat Kemendagri Sugiharto di persidangan kasus e-KTP.

Markus dinilai jaksa terbukti melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Markus juga dianggap jaksa terbukti melanggar Pasal 21 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Kompas TV Dari sejumlah nama menteri Jokowi-Ma’ruf Amin, KPK mencatat ada beberapa nama menteri yang pernah diperiksa lembaga antirasuah. KPK tidak membeberkan secara jelas mengenai nama yang dimaksud. Berikut 4 nama menteri yang setidaknya pernah diperiksa KPK. Ida Fauziah pernah diperiksa KPK terkait kasus suryadharma Ali pada 2014. Kasusnya mengenai dugaan penyalahgunaan wewenang dengan memanfaatkan dana setoran awal haji untuk biayai pejabat kemenag naik haji. Saat ini, Ida menjabat sebagai Menteri Ketenagakerjaan. Zainudin Amali pernah diperiksa KPK pada 2014 lalu. Zainudin mengakui ada permintaan uang Rp 10 miliar terkait sengketa pemilihan Gubernur Jawa Timur. Pada 2018, Zainudin pernah diperiksa KPK dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi yang menjerat mantan Sekjen Kementerian ESDM Wardoyo Karno. Zainudin kini menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Abdul Halim Iskandar pernah dipanggil sebagai saksi terkait penyidikan perkara tindak pidana pencucian uang dengan tersangka Bupati Nganjuk. Terkait kasusnya, Abdul Halim menyebut dirinya sudah clear dan tidak terlibat. Abdul kini menjabat sebagai Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Yasonna Laoly adalah salah satu tokoh yang pernah diperiksa terkait kasus e-KTP. Yasonna terlihat beberapa kali penuhi panggilan KPK. Terakhir, pada Juni 2019 lalu, Yasonna dipanggil KPK sebagai saksi untuk Markus Nari yang merupakan tersangka kedelapan kasus e-KTP. Yasonna kembali menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM. #MenteriJokowi #KabinetIndonesiaMaju #KabinetJokowi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com