JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang Paripurna Luar Biasa ke-2 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2019) sore, diwarnai kericuhan.
Kericuhan terjadi ketika perangkat sidang hendak mengesahkan Tata Tertib (Tatib) pemilihan pimpinan DPD untuk periode 2019-2024.
Ketua Badan Kehormatan (BK) DPD RI Mervin Sadipun Komber membacakan laporan terkait Tata Tertib DPD RI.
Baca juga: Pengurus DPD Golkar Jatim Solid Dukung Airlangga Hartarto
Sejumlah anggota kemudian mengajukan interupsi untuk menyampaikan pendapat. Namun, pimpinan rapat tak menanggapi interupsi sehingga memancing interupsi dari anggota lainnya.
Salah satu peristiwa yang terjadi, anggota DPD RI asal Nusa Tenggara Timur (NTT) Syafrudin Atasoge terlibat adu mulut dengan senator asal Sulawesi Utara Benny Ramdhani.
Keduanya berebut interupsi. Benny Ramdhani sampai melepaskan jasnya dan nyaris beradu fisik sebelum dipisahkan oleh anggota DPD lainnya.
Sebagian anggota yang mengajukan interupsi menilai, pembacaan laporan tatib oleh Ketua BK Mervin bukan laporan tatib. Sebab, anggota lain tidak dilibatkan dalam pembahasan tatib.
"Belum mengakomodir," kata anggota DPD asal Nusa Tenggara Timur (NTT) Syafrudin Atasoge.
Baca juga: Rapat Paripurna Luar Biasa DPD Ricuh, Senator Sulbar: Ada Akal-akalan Tim OSO
Senanda dengan Syafrudin, anggota DPD dari Riau Intsiawati Ayus heran mngaku apabila pembacaan laporan oleh Ketua BK untuk mengesahkan tatib DPD, padahal sebelumnya tidak ada pembahasan terkait hal tersebut.
"Kami ingin jelas, ini pembacaan laporan atau pengesahan tatib. Kalau memang mau disahkan, kapan dibahasnya?" tanya Ayus.
Mendadaknya pengesahan tatib itu pun dinilai sebagian senator sengaja dirancang untuk kepentingan pihak-pihak tentu.
Anggota DPD dari Sulawesi Barat Asri Anas menilai, tatib sengaja dibuat untuk menjegal Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas sebagai pimpinan DPD periode berikutnya.
Baca juga: Rapat Paripurna Luar Biasa DPD RI Berlangsung Ricuh
Asri menjelaskan, upaya menjegal GKR Hemas untuk menjadi pimpinan DPD dapat dilihat dari pasal yang menyatakan seorang anggota DPD yang melakukan pelanggaran kode etik tidak bisa mencalonkan diri sebagai pimpinan DPD.
Diketahui, GKR Hemas diberhentikan sementara oleh DPD karena melanggar kode etik.
"Itu (Tatib) menjegal ibu hemas. Jadi itu akal-akalan. Intinya sebenarnya ini semua dibuat oleh grupnya OSO (Oesman Sapta Odang) karena OSO masih ingin mengcengkramkan kakinya di DPD," kata Asri.
Oesman sendiri hadir dalam rapat tersebut.
Ketua BK DPD Mervin Sadipun Komber membantah pengesahan Tatib DPD untuk menjegal Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas agar tidak dapat menjadi pimpinan DPD.
"Tidak ada jegal menjegal," kata Mervin saat jumpa pers di Kompleks Parlemen, seusai rapat.
Baca juga: Ini 5 Fakta Ketua DPD Perindo Sorong Bawa 1.500 Bendera Bintang Kejora di Bandara Rendani
Mervin mengatakan, pencantuman aturan bahwa pimpinan DPD tidak boleh melanggar kode etik yang tertuang dalam tatib DPD, murni ditetapkan dalam rapat panmus.
Menurut dia, tidak ada anggota DPD yang menolak aturan tersebut pada saat rapat. Oleh sebab itu, tatib yang dibacakan tetap disahkan.
"Saat pembahasan itu tidak ada yang menolak ini, mereka menerima," ujar dia.
Mervin mengatakan, pencantuman aturan tersebut bertujuan agar pimpinan DPD ke depannya memiliki integritas.
"Ini kita bicara secara etik dan ini keputusan bersama," lanjut dia.
Baca juga: Ditetapkan sebagai Anggota DPD Terpilih, Ini Respons Caleg Foto Cantik Evi Apita Maya
Catatan Kompas.com, kericuhan seperti ini bukan kali pertama terjadi di DPD RI. Kericuhan juga pernah terjadi pada awal masa jabatan Ketua DPD Oesman Sapta Odang di DPD, 11 Desember 2014.
Ketika itu, penyebab keributan adalah para anggota rapat pro dan kontra terkait kursi pimpinan DPD.