Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kericuhan Rapat DPD di Gedung Parlemen, Ini Penyebabnya...

Kompas.com - 19/09/2019, 08:17 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang Paripurna Luar Biasa ke-2 Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2019) sore, diwarnai kericuhan.

Kericuhan terjadi ketika perangkat sidang hendak mengesahkan Tata Tertib (Tatib) pemilihan pimpinan DPD untuk periode 2019-2024.

Ketua Badan Kehormatan (BK) DPD RI Mervin Sadipun Komber membacakan laporan terkait Tata Tertib DPD RI.

Baca juga: Pengurus DPD Golkar Jatim Solid Dukung Airlangga Hartarto

Sejumlah anggota kemudian mengajukan interupsi untuk menyampaikan pendapat. Namun, pimpinan rapat tak menanggapi interupsi sehingga memancing interupsi dari anggota lainnya.

Salah satu peristiwa yang terjadi, anggota DPD RI asal Nusa Tenggara Timur (NTT) Syafrudin Atasoge terlibat adu mulut dengan senator asal Sulawesi Utara Benny Ramdhani.

Keduanya berebut interupsi. Benny Ramdhani sampai melepaskan jasnya dan nyaris beradu fisik sebelum dipisahkan oleh anggota DPD lainnya.

Diduga Titipan

Sebagian anggota yang mengajukan interupsi menilai, pembacaan laporan tatib oleh Ketua BK Mervin bukan laporan tatib. Sebab, anggota lain tidak dilibatkan dalam pembahasan tatib.

"Belum mengakomodir," kata anggota DPD asal Nusa Tenggara Timur (NTT) Syafrudin Atasoge.

Baca juga: Rapat Paripurna Luar Biasa DPD Ricuh, Senator Sulbar: Ada Akal-akalan Tim OSO

Senanda dengan Syafrudin, anggota DPD dari Riau Intsiawati Ayus heran mngaku apabila pembacaan laporan oleh Ketua BK untuk mengesahkan tatib DPD, padahal sebelumnya tidak ada pembahasan terkait hal tersebut.

"Kami ingin jelas, ini pembacaan laporan atau pengesahan tatib. Kalau memang mau disahkan, kapan dibahasnya?" tanya Ayus.

Mendadaknya pengesahan tatib itu pun dinilai sebagian senator sengaja dirancang untuk kepentingan pihak-pihak tentu.

Anggota DPD dari Sulawesi Barat Asri Anas menilai, tatib sengaja dibuat untuk menjegal Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas sebagai pimpinan DPD periode berikutnya.

Baca juga: Rapat Paripurna Luar Biasa DPD RI Berlangsung Ricuh

Asri menjelaskan, upaya menjegal GKR Hemas untuk menjadi pimpinan DPD dapat dilihat dari pasal yang menyatakan seorang anggota DPD yang melakukan pelanggaran kode etik tidak bisa mencalonkan diri sebagai pimpinan DPD.

Diketahui, GKR Hemas diberhentikan sementara oleh DPD karena melanggar kode etik.

"Itu (Tatib) menjegal ibu hemas. Jadi itu akal-akalan. Intinya sebenarnya ini semua dibuat oleh grupnya OSO (Oesman Sapta Odang) karena OSO masih ingin mengcengkramkan kakinya di DPD," kata Asri.

Oesman sendiri hadir dalam rapat tersebut.

Penjelasan Ketua BK

Ketua BK DPD Mervin Sadipun Komber membantah pengesahan Tatib DPD untuk menjegal Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas agar tidak dapat menjadi pimpinan DPD.

"Tidak ada jegal menjegal," kata Mervin saat jumpa pers di Kompleks Parlemen, seusai rapat.

Baca juga: Ini 5 Fakta Ketua DPD Perindo Sorong Bawa 1.500 Bendera Bintang Kejora di Bandara Rendani

Mervin mengatakan, pencantuman aturan bahwa pimpinan DPD tidak boleh melanggar kode etik yang tertuang dalam tatib DPD, murni ditetapkan dalam rapat panmus.

Menurut dia, tidak ada anggota DPD yang menolak aturan tersebut pada saat rapat. Oleh sebab itu, tatib yang dibacakan tetap disahkan.

"Saat pembahasan itu tidak ada yang menolak ini, mereka menerima," ujar dia.

Mervin mengatakan, pencantuman aturan tersebut bertujuan agar pimpinan DPD ke depannya memiliki integritas.

"Ini kita bicara secara etik dan ini keputusan bersama," lanjut dia.

Baca juga: Ditetapkan sebagai Anggota DPD Terpilih, Ini Respons Caleg Foto Cantik Evi Apita Maya

Catatan Kompas.com, kericuhan seperti ini bukan kali pertama terjadi di DPD RI. Kericuhan juga pernah terjadi pada awal masa jabatan Ketua DPD Oesman Sapta Odang di DPD, 11 Desember 2014.

Ketika itu, penyebab keributan adalah para anggota rapat pro dan kontra terkait kursi pimpinan DPD.

 

Kompas TV KPK menetapkan Menpora Imam Nahrawi sebagai tersangka baru, kasus suap dana hibah KONI dan Kementrian Pemuda dan Olahraga tahun anggaran 2018. Menpora Imam Nahrawi diduga menerima uang komitmen fee Rp 26,5 miliar rupiah.<br /> <br /> Penetapan Menpora Imam Nahrawi sebagai tersangka baru, disampaikan wakil ketua KPK Alexander Marwata, Rabu (18/9) sore. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Menpora Imam Nahrawi dan asistennya, Miftahul Ulum sebagai penerima suap dana hibah KONI dari Kemenpora.<br /> <br /> Menpora Imam Nahrawi diduga menerima komitmen fee melalui asisten pribadinya, selama 2014 hingga 2018 sebesar Rp 14,7 miliar dan Rp 11,8 miliar sehingga total penerimaan Rp 26,5 rupiah. #MenporaImamNahrawi #DanaHibahKONI
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Nasional
Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Nasional
Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Nasional
Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Konsumsi Avtur Naik 10 Persen Selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Nasional
Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran

Kekuatan Koalisi Vs Oposisi jika PDI-P dan PKS Tak Merapat ke Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra Sebut Sudah Komunikasi dengan Puan

Soal Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra Sebut Sudah Komunikasi dengan Puan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com