Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menilai, penyerahan mandat itu bisa menjebak Presiden Jokowi.
Menurut Yusril, penyerahan mandat atau tanggung jawab pengelolaan KPK kepada Presiden tidak dikenal dalam undang-undang.
Ia memandang Presiden bisa melanggar konstitusi apabila menerima mandat untuk mengelola lembaga antirasuah itu.
"Presiden tidak berwenang mengelola KPK. Presiden justru dapat dianggap melanggar konstitusi jika menjadi pengelola KPK," kata Yusril dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (15/9/2019), seperti dikutip Antara.
Baca juga: Yusril Nilai Penyerahan Mandat Pimpinan KPK Bisa Jadi Jebakan Buat Jokowi
KPK, kata Yusril, merupakan lembaga bersifat operasional yang menegakkan hukum dalam tindak pidana korupsi, seperti halnya Polri dan Kejaksaan Agung.
Sehingga, Presiden dinilainya tak bisa bertindak secara langsung dalam penegakkan hukum.
Ia juga menjelaskan, tata cara pengelolaan KPK telah diatur dalam UU KPK. Di sisi lain, tak ada aturan dalam UUD 1945 yang mengatur tentang KPK.
"Komisioner KPK bukanlah mandataris Presiden," kata Yusril.
Dengan demikian, karena UU KPK tak mengenal penyerahan mandat, pimpinan KPK dinilainya wajib menjalankan tugas dan tanggung jawab hingga masa jabatannya berakhir.
Baca juga: Mahfud MD: Secara Hukum, KPK Tak Bisa Serahkan Mandat ke Presiden
Sementara itu, Sekretaris Forum Lintas Hukum Indonesia (FLHI) Petrus Selestinus menilai Pimpinan KPK saat ini tidak lagi seirama. Hal itu berisiko menimbulkan perpecahan.
Petrus menyoroti hanya Agus Rahardjo, Laode M Syarif dan Saut Situmorang saja yang tampil dalam penyerahan mandat itu. Sementara dua orang lainnya, Alexander Marwata dan Basaria Panjaitan tak terlihat.
"Bisa saja Basaria dan Alex Marwata tidak diikutkan dalam keputusan terkait dengan sikap terakhir mengembalikan mandat itu kepada Presiden. Ini menunjukan perpecahan di dalam KPK sulit dielakkan," ujar Petrus dalam konferensi pers di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Minggu (15/9/2019).
Baca juga: Kritik Bagi Pimpinan KPK yang Tak Lagi Seirama...