Dengan mengaku menolak empat poin tersebut, Jokowi pun mengklaim bahwa revisi yang dilakukan bukan untuk melemahkan KPK.
"Saya tidak ada kompromi dalam pemberantasan korupsi karena korupsi musuh kita bersama."
Baca juga: Nilai Revisi UU KPK Dilakukan Tersembunyi, Pimpinan KPK: Ada Kepentingan Apa?
"Saya ingin KPK punya peran sentral dalam pemberantasan korupsi, yang punya kewenangan lebih kuat dibanding lembaga-lembaga lain," kata Jokowi.
Pengakuan Jokowi yang menolak empat poin revisi UU KPK itu langsung dikutip mentah-mentah oleh banyak media.
Situs resmi pemerintah seperti Setkab.go.id juga memuat pernyataan Presiden itu. Begitu pula dengan situs Setneg.go.id.
Akun Twitter milik Kantor Staf Kepresidenan (KSP), @KSPgoid, bahkan mencantumkan infografik terkait empat poin yang ditolak Jokowi. Infografik itu juga tersebar di media sosial.
Presiden @jokowi Tolak Empat Usulan Revisi UU @KPK_RI oleh @DPR_RI. Berita selengkapnya di https://t.co/U5FwvvNMUH #JokowiBersamaKPK pic.twitter.com/RbB5TTh8rG
— Kantor Staf Presiden (@KSPgoid) September 13, 2019
Penyebaran informasi yang tidak akurat itu pun menuai kritik. Apalagi, peneliti Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo menilai, pengakuan Jokowi menolak poin-poin revisi UU KPK itu didasarkan pada informasi yang tidak kredibel.
Baca juga: Jokowi, DPR dan KPK Disarankan Duduk Bersama Bahas Kegaduhan Revisi UU KPK
Ia mempertanyakan kenapa Jokowi menolak hal yang memang tidak diatur dalam RUU KPK.
"Ya berarti informasinya sendiri tidak kredibel, mosok informasi semacam itu dijadikan dasar membuat pernyataan resmi, memalukan Itu," kata Adnan kepada Kompas.com.
Peneliti ICW lainnya Donal Fariz curiga Jokowi disodori draf RUU KPK yang berbeda oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
"Bisa jadi presiden disodori draf yang lain sehingga bisa kecolongan. Hal ini semakin mempertegas bahwa presiden harus tarik Menkumham dari pembahasan RUU KPK," kata Donal.
Baca juga: Bola Panas Revisi UU KPK, Berharap Komitmen Politik Jokowi...
ICW pun menilai, poin-poin dalam revisi UU KPK yang disampaikan Jokowi dalam jumpa pers sebenarnya tak banyak berubah dari yang diusulkan DPR. Misalnya soal keberadaan Dewan Pengawas KPK.
"Dewan Pengawas yang diusulkan DPR dan Presiden hanya berubah dari sisi mekanisme pemilihan. Eksistensi dan fungsinya tetap sama, menjadi perangkat birokratis ijin penyadapan KPK," kata Adnan.
Konsekuensinya, penyadapan KPK prosesnya lambat, dan bisa jadi akan kehilangan momentum untuk menangkap pelaku suap. Penyadapan KPK bisa batal dilakukan jika Dewan Pengawas tidak memberikan ijin.
"Akibatnya, kerja penegakan hukum KPK akan turun drastis," kata dia.
Baca juga: Jokowi Setujui Revisi UU KPK, Fahri: Komunikasi DPR-Presiden Baik