Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Perdana Kivlan Zen vs Wiranto: Mediasi hingga Gugatan Dinilai Janggal

Kompas.com - 16/08/2019, 07:29 WIB
Ardito Ramadhan,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang perdana gugatan perdata mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen terhadap mantan Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn) Wiranto telah digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (15/8/2019) kemarin.

Dalam sidang tersebut, kuasa hukum kedua belah pihak sepakat bermediasi sebagaimana tahapan dalam sidang perdata yang diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016.

"Kewajiban majelis untuk mengupayakan perdamaian kedua belah pihak supaya berdamai untuk penyelesaian terbaik atas perkara yang kita hadapi ini," ujar Hakim Ketua Antonius Simbolon dalam sidang.

Proses mediasi tersebut akan berlangsung sekurang-kurangnya selama 30 hari. Hasil mediasi akan diumumkan dalam sidang berikutnya yang akan digelar pada 26 September 2019.

"Kalau mediasi itu berhasil maka kita akan lanjutkan persidangan dengan membuat keputusan akta perdamaian sesuai kedua belah pihak," kata Antonius.

Namun, bila mediasi tidak membuahkan kesepakatan damai, proses sidang akan berlanjut hingga pembacaan keputusan yang dijadwalkan pada 19 Desember 2019.

Siap Berdamai

Ditemui selepas sidang, kuasa hukum Kivlan, Tonin Tachta, mengaku siap menjalani proses mediasi bahkan menyebut kliennya siap berdamai dengan Wiranto.

Tonin mengatakan, kliennya akan berdamai dengan Wiranto selama mantan Panglima ABRI itu membayarkan ganti rugi yang tercantum dalam gugatan atau membebaskan Kivlan dari tahanan.

Kuasa hukum mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen, Tonin Tachta, selepas mengikuti sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (15/8/2019). KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D Kuasa hukum mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen, Tonin Tachta, selepas mengikuti sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (15/8/2019).
"Mediasi damai misalnya ya sudahlah bayar. Terus apalagi, ya sudahlah keluar penjara. Terus apalagi, enggak tahu saya apa maunya. Jangan saya yang tanya, tanya ke tergugat mau damainya gimana," kata Tonin.

Tonin menuturkan, kliennya pun ingin bertemu langsung dengan Wiranto dalam tahap mediasi yang berlangsung selama 30 hari ke depan.

Baca juga: Komnas HAM dan Kejagung Diminta Panggil Paksa Kivlan Zen dan Wiranto terkait Pam Swakarsa

Menurut Tonin, kliennya siap bila menjalani mediasi di Rutan Pomdam Guntur tempat Kivlan ditahan ataupun di luar rutan bila Kivlan mendapat keringanan dari Wiranto yang saat ini berstatus sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.

"Kalau nanti mediasinya harus head to head ya Pak Kivlan harus hadir nah bagaimana caranya tergugat yang punya kewenangan, ya tolong dibantu. Kalau enggak ya mediasinya di Guntur, gitu" ujar Tonin.

Dinilai Janggal

Sementara itu, kuasa hukum Wiranto, Adi Warman, menilai ada sejumlah kejanggalan dalam gugatan yang dilayangkan Kivlan. Salah satunya adalah surat gugatan yang ditandatangani langsung oleh Kivlan yang saat ini sedang ditahan.

"Gugatan yang ditandatangani langsung oleh yang bersangkutan, padahal yang bersangkutan sedang ada di dalam tahanan," kata Adi sebelum persidangggan.

Kuasa hukum mantan Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn) Wiranto, Adi Warman, saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (15/8/2019).KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D Kuasa hukum mantan Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn) Wiranto, Adi Warman, saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (15/8/2019).
Baca juga: Kuasa Hukum Wiranto Sebut Gugatan Kivlan Zen Janggal

Adi menuturkan, semestinya surat gugatan itu ditandatangani oleh kuasa hukum Kivlan atas surat kuasa yang diberikan Kivlan, bukan oleh Kivlan sendiri.

Menurut Adi, bila menandatangani surat gugatan tersebut, Kivlan semestinya hadir dalam sidang. Sedangkan, Adi menyangsikan hal itu karena Kivlan berstatus sebagai tahanan.

"Harusnya yang bersangkutan yang hadir tapi nyatanya yang bersangkutan dalam tahanan gimana mungkin hadir? Nah ini akan kami tanyakan mungkin pada pengadilan kenapa ini bisa terjadi," ujar Adi.

Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Kivlan Siap Berdamai dengan Wiranto

Selain itu, Adi juga menilai gugatan tersebut mestinya diselesaikan dalam pengadilan militer karena perkara yang melibatkan Wiranto dan Kivlan terjadi saat keduanya masih berstatus sebagai militer.

"Yang dipersoalkan adalah persoalan pada saat sama-sama menjabat sebagai militer aktif. Yang mana kewenangan itu adalah kewenangan Pengadilan Militer sebagaimana diatur dalam pasal 133 dan 134 HIR," kata Adi.

Adi juga menilai pokok gugatan Kivlan janggal. Adi mengatakan, Kivlan menggugat Wiranto atas perbuatan melawan hukum. Namun, isi gugatannya justru meminta ganti rugi.

"Di situ sudah terjadi kerancuan ketidakjelasan dan dasar hukumnya pun, kalau perbuatan melawan hukum, hukum apa yang dilanggar? Dasar hukum apa yang dilanggar?" kata Adi.

Mayor Jenderal TNI Purn Kivlan Zen (kanan) berjalan meninggalkan Bareskrim Polri usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (13/5/2019). Kivlan diperiksa terkait kasus dugaan penyebaran berita bohong dan melakukan makar. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/ama.ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay Mayor Jenderal TNI Purn Kivlan Zen (kanan) berjalan meninggalkan Bareskrim Polri usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (13/5/2019). Kivlan diperiksa terkait kasus dugaan penyebaran berita bohong dan melakukan makar. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/ama.
Kendati demikian, Adi menganggap wajar bila Kivlan menggugat Wiranto karena seorang bawahan tentara pun berhak menggugat atasannya.

"Ada hukum militernya di situ ya, ada hukum militer di situ. Semua diatur dalam hukum militer. Sah-sah saja merasa keberatan dengan atasan tapi ada aturannya di militer," ujar Adi.

Adi mengatakan, kejanggalan-kejanggalan tersebut akan disampaikan dalam sidang eksepsi yang digelar selepas berakhirnya proses mediasi.

Baca juga: Kuasa Hukum Kivlan Zen dan Wiranto Sepakat Bermediasi

Dalam perkara ini, Kivlan menggugat Wiranto terkait pembentukan Pasukan Pengamanan Masyarakat (PAM) Swakarsa tahun 1998 yang diperintahkan oleh Wiranto. Tonin menyebut kliennya meminta ganti rugi sebesar Rp 1 triliun kepada Wiranto.

"Karena peristiwa itu Pak Kivlan dirugikan karena buat Pam Swakarsa dikasih uang 400 juta, padahal butuh Rp 8 miliar. Habis uangnya (Kivlan) sampai dia jual rumah, utang di mana-mana, tidak dibayar-bayar," ujar Tonin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com