JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum mantan Panglima ABRI Jenderal TNI (Purn) Wiranto, Adi Warman, menyebut gugatan terhadap kliennya yang dilayangkan mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zen mestinya diselesaikan lewat pengadilan militer.
Adi mengatakan, perkara tersebut tidak semestinya diselesaikan lewat pengadilan negeri karena perkara yang melibatkan Wiranto dan Kivlan terjadi saat keduanya masih berstatus sebagai militer.
"Yang dipersoalkan adalah persoalan pada saat sama-sama menjabat sebagai militer aktif. Yang mana kewenangan itu adalah kewenangan Pengadilan Militer sebagaimana diatur dalam pasal 133 dan 134 HIR," kata Adi sebelum persidangan dimulai, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (15/8/2019).
Baca juga: Diteken Kivlan Zen, Kuasa Hukum Wiranto Sebut Gugatan Janggal
Adi menuturkan, hal tersebut akan disampaikan dalam eksepsinya mendatang. Selain itu, Adi juga mempertanyakan pokok gugatan Kivlan.
Adi mengatakan, Kivlan menggugat Wiranto atas perbuatan melawan hukum. Namun, isi gugatannya justru meminta ganti rugi.
"Di situ sudah terjadi kerancuan ketidakjelasan dan dasar hukumnya pun, kalau perbuatan melawan hukum, hukum apa yang dilanggar? Dasar hukum apa yang dilanggar?" kata Adi.
Baca juga: Komnas HAM Cermati Gugatan Kivlan atas Wiranto, Ini Tujuannya...
Kendati demikian, Adi menganggap wajar bila Kivlan menggugat Wiranto karena seorang bawahan tentara pun berhak menggugat atasannya.
"Ada hukum militernya di situ ya, ada hukum militer di situ. Semua diatur dalam hukum militer. Sah-sah saja merasa keberatan dengan atasan tapi ada aturannya di militer," ujar Adi.
Diketahui, PN Jakarta Timur menggelar sidang perdana gugatan perdata Kivlan Zen terhadap Wiranto pada Kamis hari ini.
Baca juga: Gugat Wiranto, Berikut 6 Hal tentang Kivlan Zen
Kivlan Zen mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Wiranto terkait pembentukan Pam Swakarsa pada 1998 yang diperintahkan oleh Wiranto. Saat itu Wiranto menjabat Panglima ABRI (sekarang TNI).
Kuasa hukum Kivlan Zen, Tonin Tachta Singarimbun, mengatakan, kliennya meminta ganti rugi sebesar Rp 1 triliun kepada Wiranto.
"Karena peristiwa itu, Pak Kivlan dirugikan karena buat Pam Swakarsa dikasih uang Rp 400 juta, padahal butuh Rp 8 miliar. Habis uangnya (Kivlan) sampai dia jual rumah, utang di mana-mana, tidak dibayar-bayar," ujar Tonin saat dihubungi Kompas.com, Senin (12/8/2019).