Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Raden Muhammad Mihradi
Dosen

Direktur Pusat Studi Pembangunan Hukum Partisipatif
dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Pakuan.

Milenial dan Ancaman terhadap Demokrasi

Kompas.com - 04/08/2019, 11:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Berdasarkan survei Hootsuite di bulan Januari 2018, lebih dari 132,7 juta orang Indonesia pemilik sekaligus pengguna gawai aktif.

Terbiasa mengakses sosial media, baik itu facebook, instragram, path, whatsapp secara agresif.

Maka, dapat diduga sebuah bencana peradaban terjadi. Bagaimana mungkin dari 132,7 orang di atas bisa menggunakan gawai secara bermutu apabila peringkat literasinya nomor dua terbawah dari survei 61 negara di dunia.

Tidak heran wabah hoaks sebagai tanda rezim post-truth begitu leluasa bersemayam dalam tubuh komunikasi dunia maya kita.

Rezim post-truth tidak dapat dianggap enteng karena mengapitalisasi emosionalitas informasi dan reproduksinya secara berulang-ulang melalui media sosial tanpa peduli pada fakta dan kebenaran.

Menurut Moh Yasir Alimi (Mediatisasi Agama Post-Truth dan Ketahanan Nasional, 2018), post-truth merupakan penegasan supremasi ideologis yang digunakan oleh para praktisi untuk memaksa seseorang mempercayai sesuatu tanpa menghiraukan bukti.

Rezim post-truth memproduksi hoaks atau berita palsu sebagai komoditi untuk mencapai kepentingan politiknya.

Post-truth dan hoaks mendapat lahan subur di Indonesia karena belum tampak upaya sistematis melakukan percepatan meningkatkan jumlah maupun mutu literasi.

Ada dosa besar di ranah pendidikan yang gagal merespons arus global yang secara “ganas” membongkar struktur rasionalitas publik digantikan dengan pendekatan emosional untuk sesuatu yang faktual.

Praktis, demokrasi akan terancam bila tidak ada agenda darurat mengatasi kesenjangan antara pemanfaatan teknologi dengan kapasitas pengguna teknologi.

Ancaman lain bagi demokrasi adalah mutu kaum milenial.

Ada buku bagus terbitan tahun 2019 yang ditulis Yuswohady dkk bertajuk Millenials Kill Everything.

Buku tersebut bertutur soal generasi milenial yang sanggup menghancurkan apa pun, termasuk ekonomi dan bisnis, oleh gaya dan perilaku mereka yang menjadi karakternya.

Seperti tuntutan tempat kerja yang harus friendly dan homy. Tidak tertarik pada brand untuk menentukan pilihan melainkan lebih pada review customer.

Termasuk, ini yang harus diantisipasi, kegagapan menjalin komunikasi sosial di ruang nyata karena terbelenggu tradisi komunikasi dunia maya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com