Apa risiko dari kelompok milenial di atas terhadap demokrasi?
Pertama, potensi gesekan generasi Baby Boomers dan Gen-X dengan milenial khususnya dalam konteks politik apabila tidak legawa memberikan wahana, ruang dan eksistensi bagi milenial untuk berekspresi di panggung politik.
Apabila jabatan publik masih terbatas diberikan pada kelompok milenial. Bukan mustahil mereka apatis atas nasib bangsa ke depan.
Kedua, diperlukan fasilitator yang mampu memberdayakan milenial untuk mengembangkan potensi dan bakat di ruang-ruang publik agar mutu tetap terawat namun di sisi lain perlu kebesaran hati dari semua pihak untuk memberikan kesempatan dan ruang tumbuh kembang bagi pendewasaan mereka berdemokrasi.
Ketiga, kebebasan, kejujuran dan otentisitas menjadi karakter generasi milenial yang dihadapkan dengan praktik korup elite politik akan memicu frustrasi.
Bila tidak ada upaya serius memberantas korupsi, milenial akan mengalami krisis kepercayaan pada masa depan lebih baik.
Pemerintahan Presiden Jokowi harus dapat menawarkan harapan bagi Indonesia lebih baik dengan aset generasi milenial.
Tantangannya tidak mudah. Sebab, Presiden Jokowi harus mampu memberikan pemahaman (dan mungkin sedikit tekanan) pada kelompok koalisi partainya untuk memberikan peluang pada generasi milenial memimpin dengan prasyarat kompetensi dan integritas sebagai hal niscaya.
Selain itu, demokrasi digital menuntut kecepatan, persebaran dan akurasi bagi ruang partisipasi publik yang teredukasi.
Komitmen Presiden Jokowi di periode kedua membangun sumber daya manusia harus diwujudkan secara terencana dan terintegrasi.
Bahkan, harus memastikan, kita menjadi bangsa berdiri di atas kaki sendiri (berdikari).
Di dalam konteks demikian, maka penyelenggaraan pendidikan baik dasar hingga perguruan tinggi harus diperkuat baik dari segi anggaran, kapasitas pelakunya maupun penguatan mutu proses pembelajaran.
Berbagai isu kontraproduktif seperti impor rektor asing, dosen asing dan sebagainya harus dikaji ulang secara mendalam agar akar masalah pendidikan dapat dibenahi.
Hal ini menuntut demokratisasi proses pengambilan kebijakan sehingga surplus gagasan dari pemangku kepentingan dapat menjadi vitamin bagi pembangunan negara secara berkelanjutan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.