Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Hukum Novel Minta Ada Perombakan Besar pada TGPF

Kompas.com - 20/06/2019, 13:16 WIB
Christoforus Ristianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim hukum penyidik senior KPK, Novel Baswedan, meminta ada perombakan besar dalam tim gabungan pencari fakta (TGPF) kasus penyiraman air keras oleh orang tak dikenal terhadap kliennya.

Hal itu disampaikan oleh salah satu tim hukum Novel, Usman Hamid, saat mendatangi KPK dalam rangka mendampingi Novel pada pemeriksaan oleh penyidik Polda Metro Jaya, Kamis (20/6/2019).

"Kalau tidak ada kemajuan, saya akan menurunkan harapan pada tim ini dan berharap ada perombakan lebih besar dalam TGPF. Sebab, Komnas HAM menyimpulkan terdapat penyalahgunaan proses di dalam tim kepolisian," ujar Usman.

Baca juga: Sudah 800 Hari, Tak Ada Kemajuan dalam Kasus Novel Baswedan

Adanya ketidakmajuan dalam pengungkapan kasus Novel, lanjutnya, diharapkan ada perombakan dalam tim penyidikan. Tidak adanya perombakan berjalan paralel dengan nihilnya pengungkapan kasus Novel.

Tim hukum lainnya, Alghiffari Aqsa menambahkan, ada satu poin yang ingin dikembangkan oleh pihaknya, yakni terkait adanya dugaan kuat keterlibatan oknum anggota kepolisian dalam kasus Novel.

"Kita hadir di sini dengan harapan besar karena ada satu poin penting yang disampaikan bulan lalu oleh salah satu tim TGPF, yaitu adanya dugaan kuat keterlibatan oknun anggota kepolisian dalam kasus kekerasan terhadap Novel," ujar Aqsa.

Baca juga: Tim Hukum Ingin Ada Perkembangan Dugaan Keterlibatan Oknum Polisi dalam Kasus Novel

Selama ini, lanjut Aqsa, pelaku yang diisukan mengarah kepada preman. Namun, hal tersebut tidak ada titik terang dari tim penyidik.

Aqsa menegaskan, sudah berkali-kali pihaknya mengatakan ada keterlibatan anggota kepolisian dan jenderal di balik penyiraman terhadap Novel.

"Baru bulan lalu ada konfirmasi dari salah satu anggota tim gabungan bahwa ada dugaan kuat keterlibatan anggota kepolisian," sambungnya.

Untuk itu, seperti diungkapkan Aqsa, pihaknya ingin mengklarifikasi penemuan tersebut dan mendesak fakta-fakta baru dieksplorasi di pemeriksaan kasus Novel.

Baca juga: Ini Kemajuan Tim Gabungan Polri Mengungkap Kasus Novel Baswedan

Pada 11 April 2017, seusai melaksanakan shalat subuh di masjid tak jauh dari rumahnya, Novel tiba-tiba disiram air keras oleh dua pria tak dikenal yang mengendarai sepeda motor.

Cairan itu mengenai wajah Novel. Kejadian tersebut berlangsung begitu cepat sehingga Novel tak sempat mengelak. Tak seorang pun yang menyaksikan peristiwa tersebut.

Sejak saat itu, Novel menjalani serangkaian pengobatan untuk penyembuhan matanya. Ia harus beberapa kali bepergian dari Indonesia ke Singapura untuk menjalani pengobatan. Selama dua tahun, kasus ini belum tuntas.

Kompas TV Tim Gabungan Pencari Fakta kasus teror penyidik KPK Novel Baswedan mengunjungi KPK. Mereka bertemu pimpinan KPK untuk membahas perkembangan penyelidikan kasus itu. Menurut anggota TGPF kasus teror Novel Baswedan setelah 3 bulan tim bekerja tim telah melakukan reka ulang kejadian dan memeriksa saksi. Tim juga telah melakukan uji alibi terhadap sejumlah saksi di 3 kota berbeda. #TGPFNovelBaswedan #KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

Nasional
Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

Nasional
 Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

Nasional
PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

Nasional
Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

Nasional
Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

Nasional
Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com