Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bertemu Pimpinan KPK, Tim Gabungan Bahas Penanganan Kasus Novel Baswedan

Kompas.com - 24/04/2019, 19:31 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Perwakilan tim gabungan Polri untuk penanganan kasus penyerangan terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menemui Pimpinan KPK, Rabu (24/4/2019).

Perwakilan tim yang menemui pimpinan KPK, seperti Ketua Setara Institute Hendardi; Komisioner Kompolnas Poengky Indarti; Guru besar hukum pidana Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, dan dua mantan Komisioner Komnas HAM yaitu Nur Kholis dan Ifdhal Kasim.

"Kami tentu harus membangun suatu kepercayaan dan persepsi yang sama dengan pimpinan KPK. Karena itu kami, setelah tiga bulan bekerja kami mendapat mandat dari Kapolri 8 Januari sampai dengan nanti 7 Juli mengagendakan untuk beraudiensi dengan pimpinan KPK hari ini," kata Hendardi saat keluar dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (24/4/2019).

Baca juga: Ini Kemajuan Tim Gabungan Polri Mengungkap Kasus Novel Baswedan

Hendardi menjelaskan, perwakilan tim gabungan menyampaikan hal-hal yang sudah dikerjakan selama ini. Beberapa di antaranya seperti reka ulang tempat kejadian perkara, pemeriksaan saksi-saksi dan uji alibi.

"Juga kami berharap tentu saja terhadap saksi korban yaitu Pak Novel Baswedan kami bisa melakukan semacam pembicaraan apa yang beliau ketahui dan saya kira mendapat lampu hijau dari pimpinan KPK untuk bisa kami lakukan," ungkapnya.

Hendardi juga berupaya memperkuat koordinasi dengan anggota tim gabungan yang berasal dari internal KPK. Menurut dia, ada lima orang di internal KPK yang masuk ke dalam tim gabungan ini.

"Sehingga untuk memperkuat ini, itu tadi dalam konteks itu pula kami bertemu karena kan KPK juga terlibat di dalam tim ini. Jadi kami harapkan bahwa tim ini bisa bekerja dengan baik dan dapat memperoleh kepercayaan dari publik," katanya.

Selain itu, melalui pertemuan tadi, Hendardi berharap ada kesamaan persepsi antara tim gabungan dan pimpinan KPK untuk menuntaskan kasus ini.

Namun demikian, tim gabungan belum bisa menyampaikan pihak-pihak yang diduga pelaku penyiraman air keras ke wajah Novel. Saat ini, perwakilan tim gabungan baru menyampaikan apa saja yang sudah dikerjakan.

Baca juga: Novel Baswedan Tak Takut Teror dan Berharap Komitmen Kedua Capres...

Tragedi penyiraman air keras ke Novel tak kunjung terungkap selama dua tahun.

Diberitakan, pada 11 April 2017, seusai menunaikan shalat subuh di masjid yang tak jauh dari rumahnya, Novel tiba-tiba disiram air keras oleh dua pria tak dikenal yang mengendarai sepeda motor.

Cairan itu mengenai wajah Novel. Kejadian itu berlangsung begitu cepat sehingga Novel tak sempat mengelak. Tak seorang pun yang menyaksikan peristiwa tersebut.

Sejak saat itu, Novel menjalani serangkaian pengobatan untuk penyembuhan matanya. Ia harus beberapa kali berpergian dari Indonesia ke Singapura untuk menjalani pengobatan. Selama dua tahun, Novel bersama masyarakat sipil terus menanti penuntasan kasus ini.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Upaya Pengungkapan Kasus Novel Baswedan

Kompas TV Kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK #NovelBaswedan telah 2 tahun berlalu. Kasusnya seolah gelap tanpa titik terang. Novel mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Berikut wawancara penyidik #KPK Novel Baswedan kepada Jurnalis KompasTV Glenys Octania dan juru Kamera Bismo Mahesa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com