KOMPAS.com - Polri dikabarkan memiliki rencana untuk melakukan patroli siber di aplikasi percakapan WhatsApp. Rencana ini sontak menuai polemik dan menyita perhatian publik.
Tak dapat dipungkiri, saat ini memang banyak sekali berita bohong atau hoaks yang disebarkan melalui WhatsApp. Meski begitu rencana ini membuat masyarakat menilai Polri akan melanggar privasi masyarakat.
Perdebatan mengenai langkah Polri tersebut pasti akan muncul, baik berupa dukungan atau penolakan.
Berikut lima faktanya:
Kepala Subdirektorat II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Rickynaldo Chairul menegaskan, kepolisian tidak masuk ke dalam grup WhatsApp melainkan melakukan pendalaman atas aduan masyarakat.
"Kalau patroli itu kan patroli di dunia maya artinya kita lihat di dunia maya. Kami tunggu aduan masyarakat, kami gali informasi dari orang yang mengadukan," kata Rickynaldo.
Secara terpisah, Kepala Biro Humas Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo menuturkan, patroli siber dilakukan secara periodik dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Dedi menuturkan, akun penyebar hoaks tak langsung mendapatkan penegakan hukum, melainkan akan diberi peringatan terlebih dahulu.
Baca juga: Begini Mekanisme Patroli Polisi di Grup WhatsApp
Menteri Kominfo Rudiantara mendukung langkah kepolisian melakukan patroli di grup WhatsApp.
Menurut Rudiantara, polisi dapat mengetahui sesuatu yang berkaitan dengan tindakan kriminal atau bukan, melalui delik aduan dan delik umum. Setelah itu, polisi meminta bantuan Kominfo.
"Saya dukung, dengan catatan tadi bahwa memang harus ada yang berbuat kriminal. Bukan asal patroli. Karena begini, media sosial jelas ranah publik kalau WhatsApp (percakapan) berdua itu ranahnya pribadi. Kalau grup, itu di antaranya menurut saya," kata Rudiantara
Baca juga: Menkominfo Dukung Rencana Polisi Patroli di Grup WhatsApp.
Polri dapat melakukan tindakan untuk masuk ke suatu grup di mana anggota dalam lingkup tersebut melakukan tindakan kriminal.
Menurut Rudiantara, hal itu tak melanggar privasi karena penegakan hukum harus tetap dilakukan.
"Kalau dianggap melanggar privasi, terus melanggar hukum, apa enggak boleh polisi masuk? Penegakan hukum bagaimana? Ya, enggak boleh terkenalah (dihambat) penegakan hukum itu," ujar Rudiantara.
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal (Purn) Moeldoko juga memberikan dukungan langkah polri melakukan patroli siber di grup WhatsApp.
Menurut Moeldoko, patroli masuk ke grup tak mengganggu hak privasi seseorang, karena negara harus memikirkan keamanan nasional.
"Tanggung jawab pemerintah melindungi rakyatnya. Jadi, kalau nanti tidak dilindungi karena abai, mengutamakan privasi maka itu, nanti presiden salah lho," kata Moeldoko.
Baca juga: Supaya Situasi Tak Makin Runyam, Moeldoko Anggap Sudah Seharusnya Polisi Patroli Grup Whatsapp
Dedi mengungkapkan, telepon genggam menjadi bukti dan diteliti laboratorium forensik. Tangkapan layar percakapan dalam grup WhatsApp juga dijadikan sebagai alat bukti dari narasi hoaks yang dibangun di masyarakat.
Disebarnya tangkapan layar berita bohong di media sosial, diklaim memudahkan proses penyelidikan yang dilakukan kepolisian sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Meskipun mendapatkan dukungan, pernyataan kontradiktif dikeluarkan oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Fahri menilai langkah kepolisian melakukan patroli dan memantau percakapan WhatsApp melanggar privasi penggunannya.
Sebab, menurut Fahri, percakapan di WhatsApp bersifat personal atau terbatas, di mana privasi sebagai warga negara dilindungi oleh konstitusi dan undang-undang.
Baca juga: Fahri Hamzah: Patroli Polisi di Grup WhatsApp Pelanggaran Berat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.