Dedi menjabarkan, dalam penangkapan delapan terduga teroris tersebut, ada seorang pemimpin JAD Lampung, yakni SL alias Abu Faizal. SL telah dipantau sejak 2014.
"Kelompok SL adalah jaringan terorisme yang terstruktur artinya mereka sangat kuat," imbuhnya.
Baca juga: Kesaksian Warga Bekasi Lihat Kepanikan Terduga Teroris Sebelum Meledakkan Diri
Pada November 2015, seperti diungkapkan Dedi, SL pernah mengikuti pertemuan jaringan JAD di Malang, Jawa Timur.
Dalam pertemuan tersebut, terdapat misi JAD Lampung, yaitu melakukan aksi terorisme di Jakarta.
Selang satu tahun kemudian, misi tersebut terlaksana dengan peristiwa bom Thamrin pada 14 Januari 2016. Pasca itu, SL melarikan diri.
"Mereka kembali beraksi pada 2017 saat kerusuhan yang di Mako Brimob, Depok. Selain itu, kelompok SL lainnya yang dari Lampung juga datang ke Jakarta untuk melakukan amaliah," paparnya kemudian.
Baca juga: Satu Terduga Teroris Tewas Setelah Meledakkan Diri di Kota Bekasi
Kala itu, seperti diungkapkan Dedi, tim Densus 88 berhasil menangkap beberapa anggota kelompok itu. Dari hasil pemeriksaan tersangka, mereka mengaku dikoordinir oleh SL.
Kemudian, lanjutnya, anggota yang selamat pun berpencar. SL bersama kelompoknya lari ke Papua dan melakukan pelatihan dan membentuk dua sel jaringan teroris.
"Kelompok pertama menuju Bekasi pada awal 2019 ini. Kelompok kedua akan bergabung ke Poso, Sulawesi Tengah," ujar Dedi.
3. Manfaatkan Momentum "People Power"
Dedi mengemukakan, delapan terduga teroris tersebut dalam waktu dekat akan beraksi saat pengumuman hasil resmi Pemilu 2019 di Jakarta.
"Kelompok ini adalah kelompok yang terstruktur. Mereka memiliki dua tujuan, pertama melakukan amaliah dengan sasaran anggota kepolisian yang bertugas. Kedua, mereka akan memanfaatkan momentum pemilu, khususnya di Jakarta pada 22 Mei," tuturnya.
Baca juga: Teroris di Bekasi Akan Ledakkan Bom ketika Pengumuman Hasil Rekapitulasi KPU
Dedi menjelaskan, momentum tersebut dimanfaatkan jika di Jakarta terjadi unjuk rasa atau "people power" pada 22 Mei yang berujung pada tindakan anarkis atau kisruh.
Momentum tersebut, lanjutnya, sebagai kesempatan teroris untuk melakukan aksi bom bunuh diri. Hal itu kemudian menjadi pemantik bagi kelompok teroris lainnya untuk melakukan hal serupa di sejumlah wilayah.
"People power", seperti diungkapkan Dedi, menjadi sarana bagi kelompok JAD untuk melakukan aksi terorismenya.
Baca juga: Polri Waspadai Teroris Lone Wolf yang Bisa Bergabung dengan JAD