JAKARTA, KOMPAS.com — Pemilihan Presiden 2019 tidak serta-merta berakhir setelah hari pemungutan suara pada 17 April 2019.
Setelah sejumlah lembaga survei mengumumkan hasil hitung cepat atau quick count, muncul polemik.
Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak percaya hasil quick count sejumlah lembaga yang menempatkan rivalnya, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, lebih unggul.
Mereka lebih percaya penghitungan internal dan mengklaim kemenangan Prabowo-Sandiaga.
Baca juga: Pantau Hasil Penghitungan Suara, TKN Jokowi-Maruf Bentuk War Room
Kini, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga pun saling adu data.
Bahkan, muncul tantangan untuk membuka dapur penghitungan suara masing-masing.
Pada Rabu (17/4/2019) malam, Prabowo mengklaim memenangi Pilpres 2019. Ia mengklaim bahwa hasil penghitungan sementara yang dilakukan internal timsesnya, Prabowo-Sandiaga memperoleh 62 persen suara.
Baca juga: Moeldoko Persilakan Pihak yang Curiga Ikut Pantau War Room TKN
Juru Bicara TKN Jokowi-Ma'ruf, Arya Sinulingga, meragukan data tersebut.
Dia mengatakan, ada lebih dari 800.000 TPS pada Pemilu 2019. Jika Prabowo mengklaim mendapat data dari 320.000 TPS, itu artinya 40 persen dari total TPS.
Menurut dia, tidak mungkin 40 persen data bisa masuk dalam waktu satu hari. Bahkan, pergerakan data masuk dalam situs Situng Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak berjalan secepat itu.
"Kalau dalam waktu satu hari bisa 40 persen data dimiliki, itu mencurigakan," kata dia.
Baca juga: Pamer War Room Penghitungan Suara, PDI-P Tantang Kubu Prabowo Lakukan Hal Serupa
TKN mengaku mendapatkan informasi mengenai jumlah sampel data yang dipakai BPN hingga akhirnya mengklaim menang.
Menurut Arya, BPN menggunakan sampel sedikit TPS kemudian langsung mengklaim kemenangan.
Contohnya, kata dia, BPN hanya menggunakan sampel 30 TPS di Lampung dan 468 TPS di DKI Jakarta. Padahal, jumlah TPS di dua provinsi itu mencapai puluhan ribu.