Dalam laporan tersebut di ketahui ternyata pilot sudah mengerjakan “instruksi” dari Boeing dalam menghadapi kerusakan yang sama yang dialami Lion Air sebelumnya dan realitanya, pesawat tetap menghunjam kebawah dan crashed.
Instruksi tersebut, untuk mudahnya adalah, bila terjadi kerusakan pada system MCAS, pilot harus meng-off-kan atau meng-cut-out sistem autotrim sehingga pesawat dapat terbang normal kembali menggunakan “trim manual”.
Pada kenyataannya, pesawat tetap tidak berhasil dikendalikan. Tertera dalam laporan awal tersebut, sebagai berikut:
“The Crew performed runaway stabilizer checklist and put the stab trim cutout switch to cutout position and confirmed that the manual trim operation was not working”
Sampai di sini, maka untuk sementara waktu hampir di seluruh dunia orang berkesimpulan bahwa memang kedua kecelakaan naas dari pesawat terbang B 737–8 (MAX) disebabkan oleh MCAS.
Dipahami bahwa pada setiap kecelakaan pesawat terbang dipastikan penyebabnya tidak hanya satu. Kecelakaan pada pesawat terbang adalah hasil kumulatif dari beberapa faktor mata rantai yang saling berinteraksi hingga terjadinya sebuah kecelakaan.
Akan tetapi, dari rentetan kejadian B 737–8 (MAX) Lion Air dan Ethiopian Airlines (mengacu hasil preliminary report KNKT dan AAIB) maka dapat dikatakan kontributor utamanya adalah MCAS.
Apabila hal ini tidak segera dapat diselesaikan dengan penjelasan yang meyakinkan oleh pihak Pabrik Pesawat, maka kepercayaan terhadap produk Boeing terutama dalam hal ini jenis B 737–8 (MAX) akan hilang.
MCAS adalah bagian yang utuh dari disain sebuah pesawat terbang secara keseluruhan dan dapat saja kemudian diartikan bahwa kecelakaan telah terjadi sebagai akibat kesalahan manufaktur.
Kesalahan yang terjadi dalam proses production line. Apabila kelak memang terbukti seperti itu, maka tuntutan ganti kerugian akan menjadi “meriah” datang dari berbagai pihak dengan pola yang dapat saja akan berbentuk unlimited liability.
Sebuah pukulan yang sangat berat yang harus ditanggung oleh Boeing dan FAA (Federal Aviation Administration), tentu saja.
MCAS telah mengantar pabrik Boeing dari sebuah posisi yang sangat bergengsi di arena global sebagai pabrik pesawat terbang raksasa yang sangat kredibel dengan aneka produk yang sangat berorientasi pada keselamatan penerbangan ke pinggir jurang keraguan dan ketidak-percayaan dari para konsumennya.
Investasi miliaran dollar yang telah dikeluarkan, setidaknya bagi produk B 737–8 (MAX) kini menghadapi ancaman serius.
Bila ketidakpercayaan terhadap produk Boeing ke depan tidak dapat dijawab dengan memuaskan, maka tidak mustahil bila B 737–8 (MAX) akan terlihat sebagai sebuah varian yang membawa ke fase akhir dari perjalanan cemerlang puluhan tahun sebuah jenis pesawat terbang unggulan yang dikenal dengan nama Boeing – 737.
Apakah Boeing dapat bertahan menghadapi kasus MCAS ini, kiranya hanya waktu yang akan mampu untuk menjawabnya. Alur kemajuan pesat dari teknologi penerbangan dan persaingan bisnis yang menyertainya akan selalu saja membawa korban di tengah jalan.
Terlihat pada khususnya bagi varian B 737 yang dikenal sebagai MAX 8 hari ini telah memakan korban 338 nyawa dari para pengguna jasa transportasi udara yang konon dikenal sebagai moda transportasi yang paling aman.
Safety tidak hanya merupakan pedoman utama dari pergelutan umat manusia dalam dunia penerbangan. Seorang filosof Romawi kuno yang lahir 106 tahun sebelum masehi, Marcus Tullius Cicero bahkan pernah mengatakan bahwa “The safety of the people shall be the highest law".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.