Pada Pasal 207 KUHP tersebut tertulis "Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan hukum yang ada di Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".
4. Polisi merasa punya cukup bukti
Dedi mengatakan, tim penyidik sudah memiliki cukup bukti untuk menjemput paksa Robertus Robet.
Dedi mengatakan, penyidik sudah memiliki petunjuk berupa video utuh orasi Robertus yang mengandung dugaan penghinaan tersebut.
Selain itu, penyidik disebutkan telah meminta keterangan para ahli, baik pidana maupun bahasa.
Langkah berikutnya, kata Dedi, kepolisian mengadakan gelar perkara.
"Kemudian membuat konstruksi hukumnya dulu untuk Pasal 207 KUHP. Setelah itu dinyatakan cukup, dari hasil gelar perkara tersebut, maka dari penyidik Direktorat Siber tadi malam mengambil langkah penegakan hukum berupa mendatangi kediaman saudara R dan membawa saudara R ke kantor untuk dimintai keterangan," kata Dedi.
Menurut keterangan Dedi, bukti tersebut bertambah dengan pengakuan Robertus bahwa dia yang melontarkan orasi tersebut.
Dedi menuturkan, penangkapan tersebut didasari pada laporan polisi model A dan bukan aduan pihak tertentu.
Laporan polisi model tersebut adalah laporan yang dibuat berdasarkan temuan polisi.
"Penangkapan ini, saya sampaikan kepada rekan-rekan, adalah laporan polisi model A," ungkap Dedi.
Kepolisian tidak menahan Robertus. Dedi mengatakan, Robertus juga tidak dikenai wajib lapor.
"Saya luruskan lagi, yang bersangkutan tidak dikenai wajib lapor," kata Dedi.