JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai, penangkapan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet oleh kepolisian berpotensi menciptakan ketakutan di masyarakat dalam berekspresi.
“Kepolisian harus menghentikan penyidikan kasus Robet karena apa yang dilakukannnya hanyalah menggunakan haknya sebagai warga negara untuk menyuarakan kritik secara damai,” ujar Usman dalam keterangan persnya, Kamis (7/3/2019).
Baca juga: Bukan Aduan, Laporan Polisi Model A Jadi Dasar Penangkapan Dosen UNJ Robertus Robet
Usman memandang, penangkapan Robet karena mengkritik wacana penempatan perwira TNI dalam jabatan sipil merupakan penanda belum tuntasnya reformasi di tubuh militer.
“Yang seharusnya dilakukan oleh polisi adalah melindungi Robet yang telah menggunakan haknya untuk menyatakan pendapat secara damai dalam mengkritik TNI, bukan menangkap dan menetapkannya sebagai tersangka," ujar Usman.
Usman menilai, kepolisian sepatutnya membebaskan Robet dan menghentikan kasusnya.
Baca juga: Berstatus Tersangka, Polri Sebut Dosen UNJ Robertus Robet Tak Wajib Lapor
Kritik yang disampaikan Robertus merupakan hal lumrah. Menurut Usman, kritik tersebut seharusnya dijadikan sebagai pengingat bagi TNI untuk melakukan rangkaian perbaikan internal sesuai mandat Reformasi.
Apa yang dialami oleh Robet, dinilainya suatu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Negara seharusnya memberikan perlindungan terhadap siapapun yang ingin menyuarakan pendapatnya secara damai.
Sebagai kepala negara, lanjut Usman, Presiden Joko Widodo seharusnya melihat penangkapan sebagai tamparan bagi pemerintah, karena tindakan kepolisian itu mencederai iklim kebebasan berekspresi di masa pemerintahannya.
Baca juga: Berkaca dari Kasus Robertus Robet, UU ITE Dinilai Harus Dikaji Ulang
“Kami meminta agar Presiden Jokowi berinisiatif memanggil Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian untuk meminta penjelasan terkait penangkapan Robet dan segera memerintahkan Kapolri untuk mengevaluasi kinerja penyidik yang telah melakukan pelanggaran HAM dengan menangkap Robet,” tambah Usman.
Sebelumnya, Robet ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia.
Sebelumnya, Robertus ditangkap pada Kamis (7/3/2019) dini hari dalam kasus dugaan penghinaan terhadap institusi TNI.
Baca juga: Peneliti ICW: Video Robertus Dipotong, Konteksnya Jadi Sangat Berubah
Hal itu diungkapkan Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo usai pemeriksaan Robertus, di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis.
"Jadi konstruksi hukum perbuatan melanggar hukum untuk Pasal 207 terpenuhi di situ," ujar Dedi.
Alat bukti yang membuat polisi menyimpulkan hal tersebut adalah video saat Robertus berorasi di Aksi Kamisan pada 28 Februari 2019 mengenai dwifungsi ABRI.
Baca juga: Robertus Robet Dijerat Pasal Penghinaan Penguasa atau Badan Hukum di Indonesia
Dalam orasinya itu, Robet menyanyikan lagu yang sering dinyanyikan mahasiswa pergerakan 1998 untuk menyindir institusi ABRI.