Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Fakta Kasus yang Menimpa Robertus Robet

Kompas.com - 08/03/2019, 09:05 WIB
Devina Halim,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com — Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Robertus Robet, ditangkap di kediamannya di kawasan Depok, Jawa Barat, Kamis (7/3/2019) dini hari.

Aktivis hak asasi manusia (HAM) tersebut dituduh menghina institusi TNI.

Tindak pidana tersebut diduga dilakukan Robet saat berorasi di Aksi Kamisan pada 28 Februari 2019 mengenai dwifungsi ABRI.

Dalam orasinya, Robet menyanyikan lagu yang sering dinyanyikan mahasiswa pergerakan 1998 untuk menyindir institusi ABRI.

Baca juga: Ini Video Orasi yang Diduga Jadi Penyebab Robertus Robet Ditangkap Polisi

Berikut fakta-fakta terkait kasus yang dituduhkan kepada Robertus.

1. Robertus Minta maaf

Setelah menjalani pemeriksaan, Robertus sempat memberikan keterangan kepada awak media. Ia meminta maaf atas orasinya yang dinilai menghina institusi TNI.

"Oleh karena orasi itu saya telah menyinggung dan dianggap merendahkan atau menghina institusi, saya pertama-tama ingin menyatakan permohonan maaf," ungkap Robertus di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (7/3/2019) sore.

Ia menegaskan bahwa dirinya tak berniat untuk menghina dan merendahkan institusi TNI.

2. Polisi anggap Robertus mendiskreditkan TNI

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan, orasi Robertus tidak sesuai fakta dan data.

Oleh karena itu, orasi tersebut dianggap mendiskreditkan institusi tertentu.

"Apa yang disampaikan itu tidak sesuai dengan data dan fakta yang sebenarnya dan itu mendiskreditkan, tanpa ada data dan fakta, itu mendiskreditkan salah satu institusi. Itu berbahaya," kata Dedi di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis.

3. Ditetapkan tersangka

Robertus ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia.

Pada Pasal 207 KUHP tersebut tertulis "Barang siapa dengan sengaja di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan hukum yang ada di Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah".

4. Polisi merasa punya cukup bukti

Dedi mengatakan, tim penyidik sudah memiliki cukup bukti untuk menjemput paksa Robertus Robet.

Dedi mengatakan, penyidik sudah memiliki petunjuk berupa video utuh orasi Robertus yang mengandung dugaan penghinaan tersebut.

Selain itu, penyidik disebutkan telah meminta keterangan para ahli, baik pidana maupun bahasa.

Langkah berikutnya, kata Dedi, kepolisian mengadakan gelar perkara.

"Kemudian membuat konstruksi hukumnya dulu untuk Pasal 207 KUHP. Setelah itu dinyatakan cukup, dari hasil gelar perkara tersebut, maka dari penyidik Direktorat Siber tadi malam mengambil langkah penegakan hukum berupa mendatangi kediaman saudara R dan membawa saudara R ke kantor untuk dimintai keterangan," kata Dedi.

Menurut keterangan Dedi, bukti tersebut bertambah dengan pengakuan Robertus bahwa dia yang melontarkan orasi tersebut.

5. Bukan aduan

Dedi menuturkan, penangkapan tersebut didasari pada laporan polisi model A dan bukan aduan pihak tertentu.

Laporan polisi model tersebut adalah laporan yang dibuat berdasarkan temuan polisi.

"Penangkapan ini, saya sampaikan kepada rekan-rekan, adalah laporan polisi model A," ungkap Dedi.

6. Robertus tak ditahan

Kepolisian tidak menahan Robertus. Dedi mengatakan, Robertus juga tidak dikenai wajib lapor.

"Saya luruskan lagi, yang bersangkutan tidak dikenai wajib lapor," kata Dedi.

Dedi menjelaskan bahwa ancaman hukuman maksimal Pasal 207 KUHP yang disangkakan kepada Robertus, yaitu 1,5 tahun. Oleh karena itu, penahanan tidak dilakukan.

7. Polisi usut penyebar video

Kepolisian sedang mendalami penyebar video orasi Robertus. Penyidik sudah mengantongi akun-akun yang diduga menyebarkan video orasi tersebut.

Dedi melanjutkan, penyidik tinggal mengidentifikasi pemilik akun-akun tersebut.

"Sudah tahu, sudah di-mapping, di-profiling, tinggal diidentifikasi," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com