Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jelang Pemilu, Pengawasan Distribusi Dana Bansos Dinilai Perlu Diperketat

Kompas.com - 15/02/2019, 20:48 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jelang Pemilu 2019, distribusi dana bantuan sosial dinilai rawan disalahgunakan untuk kepentingan politik. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina menilai, pengawasan distribusi dana bansos perlu diperketat melibatkan banyak pihak.

"Ini PR (pekerjaan rumah) besar bagi Bawaslu di level nasional dan regional dan pemerintah, dalam hal bagaimana pemerintah menjamin bahwa distribusi bansos nasional baik APBN dan APBD itu bersih dari kepentingan politik," kata Almas dalam diskusi bertajuk 'Dana Bansos dan Pemilu' di KeKini, Jakarta, Jumat (15/2/2019).

"Jangan sampai (penyaluran dana bansos) disertai ajakan memilih calon tertentu baik partai politik, caleg atau capres, itu yang harus diwaspadai bersama," sambung dia.

Baca juga: Dana Bansos Naik 100 Persen, Mensos Harap Masyarakat Pilih Jokowi Lagi

Menurut Almas, pengawasan terhadap distribusi dana bansos tak cukup dengan langkah imbauan.

Ia mencontohkan, Kementerian Sosial bisa berkoordinasi lebih intens dengan Kementerian Dalam Negeri serta Bawaslu guna menyusun langkah nyata agar dana bansos tak ditumpangi kepentingan politik.

Di sisi lain, kata dia, Kementerian Sosial juga bisa bekerja sama memperketat pengawasan bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan lembaga penegak hukum lainnya.

Saran senada juga disampaikan Wakil Direktur Madrasah Antikorupsi Muhammadiyah, Gufron.

Selain melibatkan Bawaslu dan lembaga penegak hukum, pengawasan distribusi dana bansos juga perlu melibatkan masyarakat sipil.

"Walaupun kami percaya Kemensos menyatakan netral dan sudah warning jangan sampai disalahgunakan untuk politik. Tapi di lapangan siapa bisa jamin? Ini perlu peran serta masyarakat, tentu kami akan membantu juga di lapangan. Masyarakat perlu mencermati soal dana bansos," ungkapnya.

Gufron mengatakan, pihaknya menemukan dana bansos memang rawan disalahgunakan untuk kepentingan pemenangan Pemilu 2019. Ia mencontohkan temuan penyalahgunaan dana bansos program keluarga harapan (PKH).

"Ada laporan atau temuan masyarakat terkait penyelewengan atau ketidaknetralan pendamping PKH di Tangerang, dengan cara mengarahkan masyarakat penerima manfaat untuk memilih caleg tertentu," kata dia.

Ia bersyukur, saat itu, Bawaslu setempat menindaklanjuti temuan itu melalui koordinasi dengan dinas sosial setempat.

Baca juga: Presiden: Dana Bansos PKH Naik 2 Kali Lipat Tahun Depan

Menurut dia, hal itu tak hanya terjadi di wilayah Tangerang. Gufron menyatakan, ada indikasi yang sama terjadi di daerah lainnya, seperti di Purworejo dan Makassar. Salah satu bentuknya berupa intimidasi dari pendamping PKH kepada keluarga penerima manfaat (KPM).

"Ada intimidasi pendamping PKH supaya masyarakat penerima manfaat untuk memilih caleg tertentu karena dia merasa punya kewenangan karena kalau saudara tidak memilih caleg yang dia sodorkan ya tidak ada dapat program, itu ancamannya," kata dia.

Kemudian, kata Gufron, ada pendamping PKH yang membagikan benda-benda yang mengandung unsur kampanye calon tertentu.

Selain itu, ada pendamping PKH yang memfasilitasi caleg untuk melakukan pertemuan terbatas dengan masyarakat penerima manfaat setempat.

Kompas TV Polda Jawa Barat menangkap 6 orang pejabat Kabupaten Tasikmalaya. Salah satu di antaraya sekretaris Daerah dan tiga orang pengusaha terkait kasus korupsi dana bantuan sosial atau bansos dengan total kerugian negara mencapai Rp 3 miliar. Ke-6 orang Aparatur Sipil Negara yang ditangkap oleh personel Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat yakni Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya berinisial A-K, Kepala Bagian Kesra Setda M-J, Sekretaris DPKAD A-R, Inspektorat D-S dan dua orang anggota staf. Sedangkan tiga tersangka lainnya berasal dari kalangan wiraswasta. Modusnya dana bantuan sosial Kabupaten Tasikmalaya tahun anggaran 2017 sebesar Rp 3,9 miliar dihibahkan kepada 21 yasasan atau lembaga kemasyarakatan. Namun nyatanya masing-masing hanya dicairkan 10 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com