Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini "Terjemahan" Syarat Negarawan Bagi Calon Hakim MK Menurut Ahli Hukum

Kompas.com - 07/02/2019, 19:53 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Proses seleksi calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) sedang berlangsung saat ini oleh Komisi III DPR RI. Salah satu syarat bagi calon hakim adalah seorang negarawan.

Lalu, apa parameter dari sikap kenegarawanan tersebut?

Ahli hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti mengungkapkan bahwa hakim yang terpilih harus memiliki rekam jejak yang bersih dari berbagai pelanggaran.

Baca juga: Seleksi Hakim MK Dinilai seperti Mengejar Target, Bukan Kualitas

Bivitri mengungkapkan, hal itu termasuk bersih dari kelalaian pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Salah satu parameter pentingnya, pelanggaran hukum administrasi, etik, itu di dalam track record-nya harus clean, maksudnya enggak ada pelanggaran-pelanggaran itu termasuk soal LHKPN," ungkap Bivitri saat ditemui di Bakoel Koffie, Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2019).

Ahli hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti saat ditemui di Bakoel Koffie, Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2019). KOMPAS.com/Devina Halim Ahli hukum dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Bivitri Susanti saat ditemui di Bakoel Koffie, Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2019).

Dari 11 calon yang diseleksi, sembilan di antaranya punya kewajiban melaporkan LHKPN ke KPK.

Baca juga: Ahli Hukum Harap Hakim MK Terpilih Tak Berafiliasi dengan Parpol

Namun, sebanyak lima dari sembilan calon hakim yang punya kewajiban itu diduga belum melaporkan LHKPN. Disebutkan, dua dari lima orang tersebut saat ini masih aktif sebagai petinggi lembaga negara.

Masih terkait rekam jejak yang bersih, Bivitri mengungkapkan bahwa seluruh calon perlu transparan terkait riwayat pekerjaan atau pengalamannya.

Dengan begitu, publik dapat menilai secara keseluruhan hakim tersebut dan pandangannya terkait isu-isu tertentu.

Baca juga: Komisi III Pertimbangkan Kepatuhan Calon Hakim MK Laporkan Harta Kekayaan

Selain itu, Bivitri mengatakan bahwa hakim yang terpilih perlu memahami konsep Hak Asasi Manusia (HAM).

Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera ini menegaskan bahwa hakim terpilih perlu memahami bahwa HAM bersifat universal.

"Menurut saya, kriteria kenegarawanan itu diterjemahkan selain dalam konteks hukum, etik, dan sebagainya, juga keberpihakan dia pada isu-isu yang konstitusional. Dalam hal ini adalah HAM," terangnya.

Baca juga: Calon Hakim MK Diminta Transparan soal Rekam Jejak

"Buat saya penting (untuk) hakim konstitusi semuanya itu paham betul soal HAM. Jadi enggak mikirnya masih HAM itu apa, dibenturkan dengan konteks nasional Indonesia, enggak, HAM itu universal," terangnya.

Kompas TV Acara refleksi tahun 2018 dan proyeksi kinerja tahun 2019 Mahkamah Konstitusi digelar di Hotel Le Meredien, Jakarta, Senin (28/1) pagi. Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Anwar Usman, menyampaikan pidato refleksi kinerja 2018 yang mencakup kegiatan dan langkah strategis yang telah dicapai MK sepanjang tahun 2018. Selain itu, proyeksi kinerja tahun 2019 juga disampaikan secara garis besar beserta alokasi anggaran. Hal ini dilakukan untuk memastikan kelancaran pelaksanaan kewenangan konstitusional MK, utamanya peran MK dalam mengawal daulat rakyat, baik melalui putusan pengujian undang-undang maupun perkara persilisihan hasil pilkada.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com