Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Kompas.com - 05/05/2024, 14:54 WIB
Tria Sutrisna,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar Dave Laksono meyakini Presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto, bisa menyatukan kembali dan mempererat hubungan antar para presiden terdahulu.

Hal itu disampaikan Dave ketika menanggapi adanya ketidakharmonisan antar presiden, yang menjadi tantangan Prabowo untuk membentuk forum Presidential Club.

“Saya yakin Pak Prabowo dapat merekatkan para tokoh bangsa agar dapat menyatu demi pembangunan bangsa,” ujar Dave saat dihubungi, Minggu (5/5/2024).

Partai Golkar pun menyambut baik rencana Prabowo membentuk Presidential Club, dan mempertemukan para presiden Indonesia dari masa ke masa.

Baca juga: Tanggapi Isu Presidential Club, PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Dengan begitu, akan muncul masukan-masukan dari para presiden terdahulu, untuk pemerintahan era Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka.

“Yang pasti dengan adanya masukan dari pendahulu, akan dapat memudahkan bagi Pak Prabowo untuk menjalankan roda pemerintahan nantinya,” kata Dave.

Untuk diketahui, Prabowo disebut ingin mendudukkan para mantan presiden dalam satu meja dalam presidential club.

Hal itu disampaikan Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Dahnil Anzar Simanjuntak.

Baca juga: Golkar: Presidential Club Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Jokowi pun menyambut positif keinginan Prabowo itu. Ia juga menyarankan agar pertemuan antarmantan presiden bisa dilakukan dua hari sekali.

Namun, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai bahwa ada tantangan yang harus dihadapi Prabowo dalam mewujudkan presidential club.

Salah satunya adalah ketidakharmonisan hubungan Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri dengan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Begitu juga hubungan antara Megawati dengan Presiden Joko Widodo yang renggang sejak tahapan Pilpres 2024.

“Tantangannya adalah mereka masih berkonflik, masih disharmonis, mereka belum akrab, mereka masih bermusuhan,” ujar Ujang saat dihubungi Minggu (5/5/2024).

Baca juga: Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di Presidential Club

Ujang berpandangan, konflik antara presiden terdahulu belum selesai. Misalnya, hubungan Megawati dengan SBY yang sejak Pilpres 2024 masih renggang.

“Ditambah lagi di Pilpres 2024, hubungan Jokowi dengan Megawati juga tidak akrab. Kalau ditempatkan di satu tempat bisa ribut juga. Ya, itu tantangan dari Prabowo untuk menyatukan itu,” kata Ujang.

Menurut Ujang, perlu upaya rekonsiliasi terlebih dahulu antara para presiden terdahulu sebelum dipersatukan di dalam presidential club. Sebab, ketidakharmonisan tersebut dikhawatirkan membuat forum yang disediakan tak berjalan sehat.

“Kalau belum clear ya rekonsiliasinya, belum clear damainya di antara mereka. Khususnya antara Mega dengan SBY, antara Jokowi dengan Mega, yang ada di dalam sebuah tempat itu akan saling menggerutu. Mereka akan saling membelakangi, akan saling berhadapan-hadapan, dan tidak sehat,” tutur Ujang.

Baca juga: Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Meski begitu, Ujang menilai upaya Prabowo Subianto menjembatani hubungan antarpendahulunya melalui presidential club adalah langkah yang positif.

“Apapun itu, saya melihat apa yang dilakukan itu ya suatu keinginan Prabowo yang positif, yang bagus saja,” pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com