JAKARTA, KOMPAS.com - DPR akan menyeleksi 11 calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK). Dari jumlah tersebut, sembilan di antaranya punya kewajiban melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, sebanyak lima dari sembilan calon hakim yang punya kewajiban itu diduga belum melaporkan LHKPN.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono mengatakan, alangkah lebih baiknya jika calon hakim yang dipilih adalah yang sudah melaporkan LHKPN.
Sebab, LHKPN merupakan salah satu instrumen yang mencerminkan integritas dan kepatuhan seorang calon hakim MK terhadap ketentuan. Laporan LHKPN juga menandai intensi sikap bersih serta transparansi pada publik.
"Jika LHKPN merupakan ketentuan, bahkan merupakan kewajiban, tentu sangat tepat melihat LHKPN sebagai prasyarat formil seseorang sebelum, selama, dan setelah menjadi Hakim Konstitusi," kata Fajar saat dihubungi, Selasa (5/2/2019).
Menurut Fajar, Hakim Konstitusi adalah seorang negarawan. Ia harus punya citra baik tanpa cela pada semua aspek kehidupan.
Fajar yakin, publik akan memberi apresiasi tersendiri jika hakim konstitusi taat pada ketentuan undang-undang.
Meski mendukung DPR untuk memilih calon hakim yang patuh melapor LHKPN, Fajar menegaskan, kewenangan pemilihan hakim tetap ada di tangan para legislator.
"Kalau ada yang tertib ketentuan dan sama-sama punya kompetensi, kenapa tidak? Tetapi, itu sepenuhnya otoritas DPR," tandasnya.
Sebanyak lima calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) disebut belum melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Disebutkan, dua dari lima orang tersebut saat ini masih aktif sebagai petinggi lembaga negara.
Baca juga: 5 Calon Hakim MK Disebut Belum Lapor LHKPN
Hal ini diungkap oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Selamatkan MK. Koalisi ini terdiri dari LBH Jakarta, PBHI, Perludem, Kode Inisiatif, ICW, ICJR, ILR, dan YLBHI.
Namun, Koalisi Masyarakat Sipil enggan menyebut 5 nama calon hakim tersebut. Mereka menyerahkan hal ini kepada DPR sebagai pihak yang memilih calon hakim.