Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Tagih Komitmen Negara Usut Dugaan Korupsi Soeharto

Kompas.com - 06/12/2018, 21:33 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan, negara belum tuntas dalam menyelesaikan dugaan korupsi yang melibatkan mantan Presiden RI, Soeharto.

Ia menilai penuntasan dugaan korupsi yang melibatkan Soeharto merupakan mandat Reformasi.

"Agenda Reformasi sebagaimana yang dimuat dalam TAP MPR Nomor XI Tahun 1998 yang bicara soal penyelenggaraan negara bebas korupsi. Nah bagi kami, upaya penuntasan kasus Soeharto ini salah satu bentuk menjalankan amanat Reformasi yang belum tuntas," kata Emerson dalam diskusi bertajuk "Jangan Lupakan Korupsi Soeharto" di kantor ICW, Jakarta, Kamis (6/12/2018).

Baca juga: Sekjen Berkarya: Romantisme Kerinduan Era Pak Harto Tak Bisa Dibendung

Emerson mengatakan, baik ICW maupun koalisi masyarakat sipil selalu mengingatkan setiap rezim pemerintahan untuk menuntaskan dugaan korupsi Soeharto tersebut. Ia menyoroti beberapa persoalan terkait hal tersebut.

"Karena ada beberapa hal yang sebenarnya belum diselesaikan oleh institusi penegak hukum, khususnya oleh Kejaksaan. Di tahun 2006 kan menarik, ketika ada proses mendorong ini tiba-tiba kasus Soeharto dihentikan Kejaksaan," ungkapnya.

Di sisi lain, ia juga menyoroti janji Kejaksaan Agung untuk melakukan gugatan perdata terhadap 7 yayasan milik Soeharto. Namun, lanjut dia, saat ini baru satu yayasan yang ditindaklanjuti Kejaksaan Agung, yaitu Supersemar.

Pada Rabu (21/11/2018) lalu, Direktur Pemulihan dan Perlindungan Hak (PPH) Kejaksaan Agung (Kejagung) Isran Yogi Hasibuan menuturkan, eksekutor dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengejar seluruh aset Yayasan Supersemar hingga terkumpul uang senilai Rp 4,4 triliun sebagai ganti kerugian negara.

"Nah 7 yayasan itu baru Supersemar saja yang diproses, sampai saat ini belum ada langkah-langkah nyata dari teman-teman jaksa menggugat enam yayasan milik Soeharto yang lain," papar Emerson.

Enam yayasan yang dimaksud Emerson adalah, Yayasan Dana Sejahtera Mandiri, Yayasan Dharma Bhakti Sosial, Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti, Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila.

Kemudian, Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, dan Yayasan Trikora.

Baca juga: Sekjen Berkarya: Sekarang Kelihatan Derasnya Komunitas Pencinta Soeharto

"Gugatan perdatanya masih bisa dikejar. Ini yang saya pikir perlu diingatkan lagi. Jadi kami menganggap salah satu indikator proses penanganan kasus korupsi adalah mengadili kasus-kasus korupsi yang melibatkan masa lalu," lanjutnya.

Terakhir, Emerson menyoroti Indonesia tidak menindaklanjuti secara serius Stolen Asset Recovery Initiative (StAR) yang digagas oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Bank Dunia sekitar tahun 2007 lalu.

Pada waktu itu, Indonesia termasuk negara berkembang yang ditawarkan bantuan untuk menelusuri aset-aset yang diduga telah dicuri dan disembunyikan di luar negeri oleh para pemimpin negara yang korup.

Menurut Emerson, bersamaan dalam peluncuran StAR tersebut juga dirilis 10 nama mantan pemimpin negara yang digolongkan sebagai pencuri aset negara. Salah satu di antaranya adalah Soeharto.

Baca juga: Sejarawan LIPI: Hanya Orang Gila yang Mau Kembali ke Era Soeharto

"Pemerintah sebaiknya melakukan kerjasama dengan PBB dan Bank Dunia untuk tindak lanjut prakarsa StAR dalam rangka mengembalikan kekayaan negara yang diduga dicuri Soeharto yang berkisar antara 15-35 miliar dollar AS," ujar dia.

Emerson juga menilai, pemerintahan Joko Widodo bisa memanfaatkan momen tahap akhir penandatanganan mutual legal assitance (MLA) Indonesia dan Swiss. Hal itu guna menelusuri kemungkinan adanya aset Soeharto yang tersimpan di luar negeri.

"Kerja sama kita dengan Swiss ini sebaiknya bisa ditindaklanjuti secara serius oleh pemerintah," kata dia.

"Jangan sampai berakhirnya rezim Jokowi pun kita masih punya utang untuk menyelesaikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Soeharto. Jadi concern kami di situ," lanjut Emerson.

Kompas TV Permasalahan korupsi di Indonesia kini sudah menjadi musuh utama bangsa. Karena itu perdebatan soal masalah korupsi tak akan pernah surut. Bahkan tak jarang masuk ke dalam perdebatan politik. Seperti polemik tudingan "Soeharto guru korupsi" yang kini mengemuka. Bermula dari kritik Calon Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto yang menyatakan korupsi di Indonesia seperti kanker stadium 4 muncul lah pernyataan "Soeharto guru korupsi" dari elite parpol pendukung capres cawapres Jokowi-Ma'ruf Amien. Lalu akan bermuara dimanakah polemik ini? Akankah polemik ini berujung pada adu gagasan para calon pemimpin negeri ini terkait komitmennya memberantas korupsi? Kami akan bahas hal ini bersama sejumlah narasumber telah hadir di studio Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Andre Rosiade. Lalu ada Wakil Ketua Tim Sukses Capres Cawapres Jokowi-Ma'ruf Amien, Lukman Eddy dan melalui sambungan telepon ada peneliti Indonesia Corruption Watch, Donal Fariz.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

Nasional
PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

Nasional
Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Nasional
Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Nasional
Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Nasional
Cak Imin Harap Kerja Sama Koalisi Perubahan Berlanjut pada Pilkada Aceh

Cak Imin Harap Kerja Sama Koalisi Perubahan Berlanjut pada Pilkada Aceh

Nasional
Kritisi Program Merdeka Belajar, Dompet Dhuafa Gelar Hardiknas Eduaction Forum 2024

Kritisi Program Merdeka Belajar, Dompet Dhuafa Gelar Hardiknas Eduaction Forum 2024

Nasional
Prabowo Terima KSAL dan KSAU, Bahas Postur Pembangunan Angkatan

Prabowo Terima KSAL dan KSAU, Bahas Postur Pembangunan Angkatan

Nasional
PKB, Nasdem, dan PKS Ingin Gabung Koalisi Prabowo, AHY: Enggak Masalah

PKB, Nasdem, dan PKS Ingin Gabung Koalisi Prabowo, AHY: Enggak Masalah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com