Namun, karena PKPU terlanjur dibatalkan, maka partailah yang kini harus berperan.
Berbeda dengan Wardhany, seorang mahasiswa bernama Faiz Angger setuju dengan partai politik yang tetap mengusung caleg eks koruptor. Sebab, keberadaan caleg mantan napi korupsi tidak melanggar Undang-Undang manapun.
Namun demikian, menurut Faiz, caleg-caleg eks koruptor harus ditandai di surat suara. Agar masyarakat bisa mengetahui dan berpikir dua kali untuk memilih caleg tersebut.
"Lagi pula, dengan adanya caleg eks koruptor ini kan sekalian mengetes masyarakat juga, apakah sudah bisa membedakan mana yang baik atau mana yang pantes dipilih atau enggak," ujarnya.
Sementara itu, seorang pekerja bernama Taufan Pratama mengatakan, dirinya tidak setuju jika pascaputusan MA partai tetap mengajukan caleg mantan napi korupsi. Jika tetap ngotot, artinya partai tidak mampu menunjukkan integritas dalam penyaringan dan kaderisasinya.
Baca juga: Peneliti LIPI: Partai Harus Tarik Caleg Eks Koruptor untuk Tunjukkan Integritas
"Ini soal integritas partai untuk benar-benar menerapkan demokrasi yang bersih di Indonesia. Momentum pemilu sebenarnya juga menentukan wajah partai di publik, lebih mengerikan ketika partai kurang mengindahkan visi mencapai demokrasi yang bersih bebas dari korupsi," ujarnya.
Menurut Taufan, pencalonan eks koruptor justru bisa menjadi boomerang bagi partai. Loyalis partai justru bisa menjadi swing voter dan berpindah pilihan jika partainya mengusung caleg mantan napi korupsi.
"Ini soal etis dan integritas partai untuk benar-benar melahirkan kader yang bersih di kancah politik nasional," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.