Mahasiswa berperan untuk menjaga keamanan saat upacara bersama polisi istimewa dan Barisan Pelopor.
Selain itu, mahasiswa juga diundang dalam upacara proklamasi tersebut.
Ketika itu, Jepang yang kalah perang masih diinstruksikan oleh Sekutu untuk menjaga status quo serta menjaga ketertiban dan keamanan umum Indonesia.
Untuk menghadapi kemungkinan tersebut, Asrama Parapatan 10 mengadakan upacara paralel seandainya proklamasi di Pegangsaan Timur gagal dilaksanakan.
Prapatan 10 memperbanyak naskah proklamasi dan disebarkan ke seluruh penjuru kota. Perwakilan mahasiswa diutus ke gedung radio untuk menyebarkan berita kemerdekaan Indonesia setelah adanya komando.
Buku Kilas Balik Revolusi karya Abu Bakar Loebis menjelaskan, Piet Mamahit selaku perwakilan dari Parapatan 10, mendapatkan tugas untuk menghadiri upacara di Pegangsaan Timur dan terhubung melalui telepon dengan Prapatan 10.
Piet Mamahit menelepon temannya di Prapatan 10 dan memberitahukan upacara di Pegangsaan Timur dimulai.
Dengan adanya pemberitahuan ini, upacara di Prapatan 10 juga dimulai.
Ketika Soekarno membacakan naskah proklamasi di Pegangsaan Timur, suasana haru menyelimuti mereka yang hadir saat itu.
Suasana itu juga digambarkan melalui sambungan telepon ke asrama di Prapatan 10, lengkap dengan nyanyian lagu Indonesia Raya.
Akhirnya, bendera Merah Putih berkibar di Pegangsaan Timur Jakarta.
Setelah proklamasi dibacakan Soekarno, pejabat Jepang datang untuk melarang pembacaan proklamasi tersebut, tetapi mereka terlambat.
Soekarno menjelaskan kepada pejabat Jepang bahwa proklamasi sudah dilaksanakan.
Orang Jepang yang datang itu marah-marah dan sontak meninggalkan Pegangsaan Timur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.