JAKARTA, KOMPAS.com - Banyak cerita di balik pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945. Salah satunya ihwal mesin tik yang digunakan untuk menyusun teks proklamasi.
Mesin tik yang jadi saksi bisu lahirnya Republik Indonesia itu ternyata milik perwira angkatan laut Nazi Jerman yang dipinjam khusus untuk mengetik teks proklamasi.
Dilansir dari buku 17-8-1945, Fakta, Drama, Misteri karya Hendri F. Isnaeni terbitan Change (2015), para tokoh, seperti Soekarno, Ahmad Soebardjo dan lainnya berkumpul untuk merumuskan teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda.
Setelah naskah dirampungkan, teks mesti diketik. Namun, ternyata di rumah Maeda tak ada mesin tik berhuruf latin.
Baca juga: Bung Karno: Biar Adis Saja yang Mengibarkan Bendera...
Pembantu Laksama Maeda, Satzuki Mishima diperintahkan untuk mencari mesin tik. Dia kemudian pergi ke kantor militer Jerman menggunakan mobil jeep untuk meminjam mesin tik.
Di sana, Satzuki bertemu perwira angkatan Laut Nazi Jerman Mayor Kandelar yang bersedia meminjamkan mesin tik.
Sesampainya mesin tik di rumah Maeda, Sayuti Melik ditemani BM Diah mengetik naskah proklamasi.
“Dia (Sayuti Melik) menuju ke ruang lain yang ada meja tulis dan mesin ketik,” kata Diah.
“Saya berdiri di belakang Sayuti Melik ketika dia mengetik,” sambung Diah.
Sayuti Malik mengetik naskah proklamasi dengan perubahan kata ‘tempoh’ diubah menjadi ‘tempo’; kalimat “wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti menjadi “Atas nama Bangsa Indonesia”.
Selain itu, ia juga menambahkan nama “Soekarno-Hatta” serta “Djakarta,17-8-05” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05”. Angka 05 adalah singkatan dari 2605 tahun showa Jepang, yang sama dengan tahun 1945 masehi.
Sayuti Malik mengetik naskah proklamasi tersebut dengan tergesa-gesa karena waktu sudah menjelang dini hari.
Baca juga: Siulan Rahasia Bung Karno dan Kecurigaan Belanda di Kota Ende
Sehingga hasil ketikan tampak tidak rapi, sedikit agak mencong atau tidak lurus. Sedangkan konsep naskah yang ditulis Soekarno ia tinggalkan begitu saja di dekat meja ketik.
“Karena tergesa-gesa tadi maka tidak terpikirkan perlunya mengetik rangkap untuk arsip. Jadi hanya saya buat hanya satu lembar saja,” kata Sayuti.