Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MA Perlu Edukasi Hakim agar Peka dalam Penanganan Kasus yang Libatkan Perempuan

Kompas.com - 06/08/2018, 11:59 WIB
Devina Halim,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) dinilai perlu untuk mengevaluasi penerapan Peraturan MA (Perma) Nomor 3 Tahun 2017 terkait pedoman penanganan kasus-kasus yang melibatkan perempuan.

Hal tersebut disampaikan peneliti Institute of Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati kepada Kompas.com, setelah acara Media Briefing: Jangan Hukum Korban Perkosaan, di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (5/8/2018).

Selama ini, MA dinilai hanya fokus pada tahap sosialisasi Perma tersebut. Padahal, masih ada tahap lain yang juga penting untuk dilakukan.

"MA punya pekerjaan untuk mengevaluasi apakah (Perma) benar-benar diterapkan oleh hakim-hakim di pengadilan negeri ataupun pengadilan tinggi di setiap provinsi di Indonesia," ujar Maidina.

"Perlu juga melakukan pelatihan bagi hakim-hakim untuk melakukan eksaminasi secara sungguh-sungguh bahwa melihat semua latar belakang sebuah tindak pidana," tambahnya.

Baca juga: Aksi Solidaritas untuk Korban Pemerkosaan yang Dibui di Jambi

Akibat dari abainya MA terhadap keberlanjutan peraturan itu, masih terdapat kasus-kasus di mana para hakim tidak peka terhadap perempuan.

Contohnya pada penanganan kasus pemerkosaan yang menimpa gadis berinisial WA (15) di Jambi.

WA mengaborsi kandungan hasil persetubuhan dengan pelaku, yang merupakan kakaknya sendiri, AR (18). Akibatnya, WA divonis 6 bulan penjara di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak Sungai Buluh, Muara Bulian, Kabupaten Batanghari, Jambi.

Maidina menjelaskan bahwa ICJR menemukan beberapa pelanggaran dalam penanganan kasus tersebut, terutama yang terkait dengan Perma.

Misalnya, penuntut umum maupun Majelis Hakim tidak menggali aspek psikologis WA sebagai korban pemerkosaan.

Baca juga: Dalam Pasal Zina RKUHP, Korban Pemerkosaan Berpotensi Dipenjara Lima Tahun

Padahal, dalam Perma Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum mewajibkan hakim untuk menggali rasa keadilan demi menjamin putusan yang tidak mengkriminalisasi perempuan.

Oleh sebab itu, MA didesak untuk melakukan pengawasan terhadap penerapan peraturan tersebut.

"MA bilang sendiri kok kalau Perma itu adalah prestasi ya tunjukkan dong, tidak hanya mengesahkan saja tetapi benar-benar menerapkan dan mengevaluasi," tegas Maidina.

Perlu diketahui, WA ditahan karena melakukan aborsi dengan jeratan Pasal 77 A ayat 1 juncto Pasal 45A UU Nomor 35 Tahun 2014, tentang perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Saat ini, korban sudah berada di rumah aman. Kasusnya pun sudah ditangguhkan dan kuasa hukum sedang meminta banding dan menunggu putusan pengadilan.

Kompas TV Kasus ini sedang didalami oleh sejumlah pihak terkait.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com