Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurut YLBHI, Ini Akibat Bila Terjemahan KUHP Tidak Seragam

Kompas.com - 08/06/2018, 14:49 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan dua lembaga swadaya masyarakat lainnya menyoroti terjemahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang tidak menggunakan bahasa Indonesia resmi dan standar.

Akhirnya, banyak versi KUHP dengan terjemahan yang berbeda.

"KUHP yang selama ini ada, dibuat, diterjemahkan oleh masing-masing mereka. Undang-undang mereka yang terjemahkan," kata Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (8/6/2018).

Baca juga: KUHP Terancam Gagal Jadi Kado dari DPR Saat HUT RI ke-73

Isnur menyatakan, akibat dari beragamnya versi terjemahan KUHP tersebut, maka pengacara dan jaksa menggunakan versi terjemahan KUHP yang tidak sama saat menangani kasus.

Ini termasuk hakim yang memutus kasus bisa saja dengan versi KUHP yang berbeda pula.

Menurut Isnur, dengan kondisi tersebut, sulit menentukan mana terjemahan KUHP yang sah. Sebab, semuanya digunakan secara resmi.

"Akibatnya, mungkin diterapkan pasal berbeda-beda, apalagi tafsirnya. Bahasanya beda, apalagi tafsirnya," ungkap Isnur.

Baca juga: Berdasarkan RKUHP, Hanya Pelaku Lapangan yang Diadili Terkait Pelanggaran HAM

Selain itu, dikhawatirkan pula ada penanganan kasus yang tak sesuai akibat penafsiran yang berbeda. Hal ini tentu akan merugikan.

YLBHI, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dan Perkumpulan Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBH Masyrakat) mendaftarkan gugatan kepada Presiden RI Joko Widodo, Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna H Laoly, dan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo.

Baca juga: Ketua DPR: Fungsi dan Tugas KPK dalam RKUHP Diperjelas dan Dipertegas

Gugatan tersebut dilayangkan lantaran ketiga tergugat lalai tidak membuat terjemahan resmi KUHP berbahasa Indonesia resmi.

Karena ada beragam versi terjemahan KUHP, imbuh Isnur, maka ada penafsiran yang berbeda pula antara satu pakar dengan pakar lainnya.

Akibatnya, kepastian dan keselarasan hukum pun sulit diperoleh, khususnya terkait penerapan hukum pidana yang sifatnya sangat materil.

Kompas TV KPK menganggap RUU KUHP akan tumpang tindih dengan UU Tipikor dan dapat melemahkan pemberantasan korupsi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com