JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menggelar rapat koordinasi dengan pemerintah dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (7/6/2018).
Rapat digelar untuk menyatukan pandangan antara pemerintah dan KPK yang berbeda soal pengaturan pidana korupsi dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Kalau ada dugaan RKUHP akan melemahkan aparat penegak hukum yang menangani tindak pidana khusus seperti KPK, itu tidak benar," kata Wiranto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/6/2018).
Wiranto menambahkan, RKUHP tak akan menghilangkan kekhususan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Baca juga: Muhammadiyah Nilai Pasal Korupsi di RKUHP sebagai Operasi Senyap Lemahkan KPK
Karena itu, menurut Wiranto, KPK tak perlu khawatir bila ketentuan pidana korupsi nantinya bakal melemah dengan adanya kodifikasi pasal korupsi dalam RKUHP.
"Tidak berarti meniadakan Undang-Undang Tipikor. Badannya tetap, proses peradilannya tetap, kewenangannya tetap, enggak ada yang dirugikan. Tidak ada yang melemahkan, enggak ada," kata Wiranto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/6/2018).
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, KPK secara kelembagaan menolak tindak pidana korupsi diatur dalam pasal-pasal pada RKUHP.
"Tindak pidana khusus yang diluar KUHP kami berharap tetap berada di luar KHUP khususnya tentang tindak pidana korupsi," kata Laode dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (30/5/2018).
Baca juga: Ini Pasal dalam RKUHP yang Berpotensi Melemahkan Pemberantasan Korupsi
KPK, kata Laode, meminta agar tindak pidana korupsi seluruhnya tetap diatur dalam undang-undang khusus di luar KUHP.
Laode menjelaskan, tindak pidana korupsi sudah berada di luar KUHP sejak lama.
Menurut dia, jika korupsi diatur dalam KUHP ada sejumlah persoalan yang berisiko bagi KPK maupun aktivitas pemberantasan korupsi di masa depan. Salah satunya adalah wewenang KPK.