JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah berusaha mencari jalan tengah terkait polemik penolakan kodifikasi pasal korupsi dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang berpotensi melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ketua Tim Panitia Kerja RKUHP, Enny Nurbaningsih, mengungkapkan bahwa pemerintah telah mencantumkan soal kewenangan KPK dalam penjelasan Pasal 729 draf RKUHP.
Pasal 729 berbunyi, "Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, ketentuan bab tentang tindak pidana khusus dalam undang-undang ini tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga yang telah diatur dalam undang-undang masing-masing".
"Itu kan memperkuat kewenangan lembaga yang sudah ditetapkan sebagai lembaga-lembaga dengan kewenangan khusus," ujar Enny saat ditemui sesuai rapat koordinasi terbatas di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Kamis (7/6/2018).
Baca juga: Muhammadiyah Nilai Pasal Korupsi di RKUHP sebagai Operasi Senyap Lemahkan KPK
Enny menuturkan, dalam bagian penjelasan, pemerintah mencantumkan lembaga-lembaga yang berwenang menangani tindak pidana khusus. Lembaga-lembaga tersebut antara lain KPK dan BNN.
Diketahui salah satu bab dalam draf RKUHP per 9 April 2018 mengatur tentang tindak pidana khusus.
Tindak pidana khusus yang diatur dalam RKUHP adalah tindak pidana berat terhadap hak asasi manusia, tindak pidana terorisme, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan tindak pidana narkotika.
"Kami beri contoh misalnya untuk KPK maupun untuk BNN. Sudah ada penjelasannya," kata Enny.
Baca juga: KPK Optimistis Jokowi Dukung Keluarkan Pasal Korupsi dari RKUHP
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana korupsi dihapus dari RKUHP.
KPK menduga ada sinyal pelemahan pemberantasan tindak pidana korupsi apabila pasal tentang korupsi tetap digabungkan.
Menurut KPK, dengan dimasukkannya ketentuan tipikor dalam RKUHP, akan mengurangi kewenangan lembaga antirasuah itu dalam menangani kasus korupsi.