JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Pansus Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) Arsul Sani mengungkapkan, DPR dan pemerintah tak lagi berdebat soal pelibatan TNI dalam draf RUU tersebut.
Arsul mengatakan, baik eksekutif maupun legislatif sepakat ketentuan pelibatan TNI akan diatur dalam UU Antiterorisme dengan mendasarkan pada Undang-Undang No. 34 tahun 2004 tentang TNI (UU TNI).
Pasal 7 ayat 2 UU TNI tersebut menyatakan bahwa TNI bisa dilibatkan dalam operasi militer selain perang.
Baca juga: Pasal-pasal yang Jadi Perdebatan Selama Pembahasan Revisi UU Antiterorisme
Meski demikian, ketentuan detail terkait ketentuan teknis pelibatan TNI harus diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).
"Jadi yang harus dibereskan nanti di tingkat pemerintah adalah apa isi perpres itu. Nah isi perpres itu harus mencerminkan peran yang cukup bagi TNI. Nah itu urusan pemerintah," ujar Arsul saat ditemui seusai pertemuan dengan Menko Polhukam Wiranto, di rumah dinas Menko Polhukam, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/5/2018).
Menurut Arsul, pelibatan TNI dalam penanganan terorisme harus sesuai dengan ketentuan dalam UU TNI.
Dengan demikian pelibatan TNI mensyaratkan tiga hal, yakni keputusan politik presiden dan saat situasi kedaulatan teritorial terancam.
Selain itu pelibatan TNI dibutuhkan saat kondisi komponen pemerintah lainnya tidak bisa menangani aksi terorisme.
"Saat ini skemanya sesuai UU TNI. Tapi detailnya kan nanti di pemerintah," kata Arsul.
Secara terpisah, Menko Polhukam Wiranto menilai bahwa kejahatan terorisme tak lagi bisa ditangani secara parsial, melainkan harus melibatkan seluruh pihak pemangku kepentingan.
Baca juga: Sel Tidur Teroris Mulai Bangkit, Polri Singgung RUU Terorisme yang Mandek
Namun ia juga memastikan bahwa ketentuan pelibatan TNI akan diperketat dengan aturan-aturan tertentu dalam RUU Anti-terorisme.
"Maka rasionalitasnya adalah TNI harus dilibatkan dengan aturan-aturan tertentu. Jangan sampai kekhawatiran masa lalu TNI akan superior, akan kembali ke orde-orde sebelumnya. Saya jamin tidak akan ke sana. Itu sudah selesai masa itu," kata Wiranto.
Sebelumnya, ada wacana pembentukan satuan antiteror gabungan. Satuan ini terdiri dari satuan-satuan antiteror tiga matra TNI, yakni Detasemen Khusus 81 Penanggulangan Teror Kopassus TNI AD, Detasemen Jalamangkara (Denjaka) TNI AL, dan Detasemen Bravo 90 TNI AU.