Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsep Pemaafan di RKUHP Dinilai Perlu Diatur agar Tak Disalahgunakan

Kompas.com - 08/05/2018, 06:06 WIB
Kristian Erdianto,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - pengajar hukum pidana Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Anugerah Rizki Akbari mengapresiasi upaya pemerintah dan DPR mengatur konsep rechterlijke pardon atau pemaafan dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Namun, menurut Rizki, ketentuan tersebut perlu diatur lebih detail dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

"Konsep ini sangat bagus, kami akui. Tapi aturan dalam implementasinya harus detail. Itu harus diturunkan lagi dalam kacamata hukum acara pidana," ujar Rizki di Kampus STH Indonesia Jentera, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (7/5/2018).

Judicial pardon merupakan sebuah konsep yang juga dianut oleh hukum Belanda, di mana hakim dapat memberikan pemaafan terhadap terdakwa.

Artinya, dengan pertimbangan tertentu, hakim bisa memberikan maaf dan terdakwa dinyatakan bersalah meski tak dijatuhi hukuman.

Baca juga: Polemik RKUHP, dari Menjerat Ranah Privat sampai Mengancam Demokrasi

Rizki mengatakan, pengaturan lebih detail terkait judicial pardon perlu dilakukan agar konsep tersebut tidak disalahgunakan, terutama dalam menangani kasus korupsi.

Tak menutup kemungkinan, konsep pemaafan diterapkan jika misalnya terdakwa mengembalikan kerugian negara yang dikorupsi. Atau, jika jumlah kerugian negaranya tidak begitu besar.

"Misal dalam korupsi, angkanya besar, kemudian dia mengembalikan uang itu, kemudian dijadikan alasan pemaaf, bisa saja dia gunakan konsep itu apalagi kewenangannya berada di hakim. Atau soal ringannya perbuatan terdakwa. Ada persoalan juga jika praktik itu dibenarkan," kata Rizki.

Sebelumnya Tim Perumus RKUHP sekaligus Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Harkristuti Harkrisnowo mengatakan, judicial pardon merupakan satu konsep yang ditawarkan oleh perancang untuk penanganan tindak pidana yang ringan atau tidak terlalu berat.

"Hakim memiliki kewenangan untuk memyatakan seseorang itu bersalah tapi terdakwa tidak perlu dihukum. Contohnya mencuri sandal jepit atau mencuri buah coklat sebanyak dua biji," ujar Hakristuti dalam sebuah diskusi bertajuk 'Membedah Konstruksi Pengaturan Buku I Rancangan KUHP' di Kampus STH Indonesia Jentera, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (7/5/2018).

Baca: RKUHP Atur Pemaafan, Terdakwa yang Terbukti Bersalah Bisa Tak Dihukum

Konsep judicial pardon diatur dalam Pasal 60 Ayat 2 draf RKUHP per 2 Februari 2018.

Pasal tersebut mengatur kategori penerapan judicial pardon sebagai dasar pertimbangan hakim, yakni ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat dan keadaan pada waktu dilakukan tindak pidana atau yang terjadi kemudian.

Kategori tersebut, kata Hakristuti, dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.

"Hakim memiliki kewenangan penuh untuk memberikan judicial pardon. Memang mereka memiliki judicial independent. Tergantung hakim nanti, untuk kasus yang ringan tentunya," kata Hakristuti.

"Jadi jumlah besaran dari kerugian itu juga menentukan apakah bisa diberikan judicial pardon atau tidak," ucap dia.

Kompas TV Massa dari sejumlah organisasi, Sabtu (11/3) menggelar unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta, meminta agar pembahasan RUU KUHP dihentikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com