JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan DPR sepakat mengatur konsep rechterlijke pardon atau judicial pardon dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Judicial pardon merupakan konsep yang juga dianut hukum Belanda di mana hakim dapat memberikan pemaafan terhadap terdakwa.
Artinya dengan pertimbangam tertentu, hakim bisa memberikan maaf dan terdakwa dinyatakan bersalah namun tak dijatuhi hukuman
Tim Perumus RKUHP sekaligus Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Harkristuti Harkrisnowo mengatakan, judicial pardon merupakan satu konsep yang ditawarkan perancang untuk penanganan tindak pidana yang ringan atau tidak terlalu berat.
Baca juga : Perluasan Pasal Zina dalam RKUHP Berpotensi Disalahgunakan
"Hakim memiliki kewenangan untuk menyatakan seseorang itu bersalah tapi terdakwa tidak perlu dihukum. Contohnya mencuri sandal jepit atau mencuri buah coklat sebanyak dua biji," ujar Harkristuti dalam sebuah diskusi bertajuk 'Membedah Konstruksi Pengaturan Buku I Rancangan KUHP' di Kampus STH Indonesia Jentera, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (7/5/2018).
Konsep judicial pardon diatur dalam Pasal 60 ayat 2 draf RKUHP per 2 Februari 2018.
Pasal tersebut mengatur kategori penerapan judicial pardon sebagai dasar pertimbangan hakim, yakni ringannya perbuatan, keadaan pribadi pembuat dan keadaan pada waktu dilakukan tindak pidana atau yang terjadi kemudian.
Kategori tersebut, kata Harkristuti, dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.
Baca juga : Sanksi Kerja Sosial Jadi Hukuman Alternatif dalam Draf RKUHP
"Hakim memiliki kewenangan penuh untuk memberikan judicial pardon. Memang mereka memiliki judicial independent. Tergantung hakim nanti, untuk kasus yang ringan tentunya," kata Harkristuti.
"Jadi jumlah besaran dari kerugian itu juga menentukan apakah bisa diberikan judicial pardon atau tidak," ucapnya.