Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sayfa Auliya Achidsti
Dosen UNS

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.

UU MD3, Menggenggam Kekuasaan ala Orde Baru

Kompas.com - 21/04/2018, 21:58 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sedangkan Inggris, konteksnya model Westminster dalam monarkhi, dan Perdana Menteri memimpin House of Common. Membandingkan dengan sistem pemerintahan dan tradisi politik negara-negara itu, logika UU MD3 terlihat seperti mencuplik previlege parlemen hanya sebagai potongan.

Dilihat dari sisi itu, kemunculan UU MD3 adalah bentuk pemilikan dan penggunaan kekuasaan sesuai selera (personifikasi), sebagaimana masa Orde baru.

Bedanya, Orde Baru mempersonifikasi kekuasaan di satu tangan, UU MD3 membaginya di DPR. Dengan kata lain, sebenarnya logika UU MD3 bukan berada dalam konteks penyempurnaan tata kelola negara dan pembagian kekuasaan.

Justru lebih terlihat kepentingan parpol mengamankan mesin politiknya politisinya di DPR. Buktinya, 80 persen fraksi menyetujui saat rapat paripurna.

Dalam jangka pendek, UU MD3 bisa dijadikan instrumen kontrol politik agar tidak “terganggu” kasus hukum.

Baca juga : Sidang Gugatan UU MD3, Hakim Nilai Pemerintah Gamang

 

Menuju Pemilu 2019, parpol harus fokus mengumpulkan konstituen, sumber daya, dan menjaga citranya. Dalam jangka panjang, mekanisme yang muncul akan membangkitkan model politik bergaya semi-oposisional ala Koalisi Indonesia Hebat (KIH)-Koalisi Merah Putih (KMP).

Model politik semacam itu membuka celah siapa pun pihak yang kalah tetap bisa mengambil fungsi strategis di legislatif untuk mengunci berjalannya pemerintahan (eksekutif).

Apakah tatanan politik semacam itu pantas di negara demokrasi? Di luar konteks etika, strategi politik ini sah-sah saja.

Tetapi jika melihat politik sebagai urusan kepublikan, kegaduhan politik akan mengikis kelancaran pemerintah pasca Pemilu untuk segera bekerja merancang, melaksanakan, dan merampungkan kebijakan untuk rakyat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

Nasional
PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

Nasional
Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Nasional
Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Nasional
Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Menpan-RB: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Dimulai Mei, CASN Juni

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com