Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPP Minta UU MD3 soal Penambahan Pimpinan MPR Dikaji Ulang

Kompas.com - 21/03/2018, 15:26 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Fraksi PPP di MPR Arwani Thomafi meminta MPR mengkaji lebih dalam pasal 427A Undang-undang No. 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) terkait penambahan Pimpinan MPR.

Ia menilai, pasal tersebut menyebutkan kursi Pimpinan MPR akan diberikan kepada partai yang memperoleh suara terbanyak di MPR dalam pemilihan umum Tahun 2014 urutan ke-1, urutan ke-3, serta urutan ke-6.

Meski awalnya penambahan kursi Pimpinan MPR diperuntukan bagi PKB, PPP menilai dengan adanya pasal tersebut maka PKB tak berhak mendapat kursi Pimpinan MPR.

(Baca juga : PKB Tunjuk Muhaimin Iskandar sebagai Wakil Ketua MPR)

Sebab, menurut PPP, posisi keenam peraih suara terbanyak di Pemilu 2014 ialah PAN bukan PKB.

"Sikap ini kami sampaikan, enggak ada niat sedikitpun atau enggak suka dengan keputusan ini. Atau tidak suka dengan orang yang akan menjabat. Ini untuk menjaga semangat kebersamaan MPR agar tetap patuh pada aturan," kata Arwani dalam rapat gabungan MPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/3/2018).

Ia menambahkan frase "suara terbanyak" tak bisa diartikan menjadi kursi di DPR karena maknanya berbeda.

Sehingga, Arwani menambahkan, PPP meminta agar pasal tersebut dikaji ulang oleh pakar hukum sehingga memiliki tafsir yang jelas.

(Baca juga : PPP: Sesuai UU MD3, Cak Imin Tak Berhak Jabat Wakil Ketua MPR)

"Ada yang mungkin tergesa-gesa dalam penyusunan undang-undang, ada yang dilupakan. Saya tanya teman-teman Baleg (Badan Legislasi) enggak ada yang jawab. Dalam SK KPU jelas sekali urutan suara terbanyak jelas di sini ututannya PDI-P, Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN," lanjut dia.

Wakil Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daniel Johan sebelumnya menilai PPP salah memahami pasal dalam UU MD3.

Daniel menjelaskan Pasal 427a Huruf c UU MD3 mengatur tata cara penambahan pimpinan MPR sebanyak tiga orang.

(Baca juga : PKB: Soal Kursi Pimpinan MPR, Pernyataan Sekjen PPP Ngaco

Pasal tersebut menyatakan, penambahan wakil ketua MPR diberikan kepada partai yang memperoleh suara terbanyak di DPR dalam pemilihan umum tahun 2014 urutan ke-1, ke-3, dan urutan ke-6.

Frasa "memperoleh suara terbanyak di DPR" berbeda dengan perolehan suara di pemilu. Artinya, suara di DPR sama dengan perolehan kursi di DPR.

Hal itu, kata Daniel, juga ditegaskan ketika terjadi voting. Dalam voting digunakan istilah pemungutan suara, bukan pemungutan kursi.

"Jadi, makna kata 'perolehan suara di DPR' itu sama dengan kursi, berarti maksud dari pasal tersebut adalah urutan ke-6 jumlah kursi," tuturnya.

Selain itu, Daniel juga menegaskan bahwa dalam rapat Baleg dan Bamus di DPR telah memutuskan satu kursi pimpinan MPR diberikan untuk PKB.

"Pasal 427a huruf c tafsirnya seragam kok di Baleg, itu memang untuk PKB. Tidak ada tafsir lain, ini sudah keputusan Bamus," kata Daniel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com