Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta KPK Tunda Proses Hukum Calon Kepala Daerah, Pemerintah Dinilai Ramah Terhadap Korupsi

Kompas.com - 13/03/2018, 08:19 WIB
Ihsanuddin,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti menyesalkan sikap pemerintah yang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menunda penetapan tersangka calon kepala daerah.

Ray menilai pemerintah tengah menunjukkan sikap yang ramah terhadap kejahatan korupsi.

"Sikap ramah terhadap kejahatan korupsi, seperti yang dilakukan oleh pemerintah saat ini, sama sekali tidak mencerminkan wajah presiden Jokowi yang dikenal sebagai presiden bersih," kata Ray kepada Kompas.com, Selasa (13/3/2018) malam.

(Baca juga: Pemerintah Dinilai Intervensi KPK, Tak Bisa Bedakan Proses Hukum dan Politik)

 

Ray mengatakan, penting untuk didorong bahwa bersih pemerintahan itu sejatinya bukan karena sikap individual, tapi sebuah gerakan yang bisa menjadikan Indonesia bebas korupsi.

Artinya, tidak cukup sekedar bersih diri sendiri, tapi juga harus ada kemauan menciptkana bersih Indonesia.

"Tentu inilah yang kita harapkan dari pemerintahan Jokowi," kata dia.

Lagipula, Ray melihat penetapan tersangka calon kepala daerah bukanlah ancaman bagi keamanan nasional. Sebab, tidak ada ribut apapun karena adanya penetapan seseorang jadi tersangka korupai.

Sebaliknya, masyarakat menyambutnya dengan gembira karena upaya pemberantasan korupsi adalah amanah bagi seluruh penyelenggara negara.

"Oleh karena itu, membiarkan tersangka korupsi melaju jadi pemimpin daerah adalah malapetaka bagi bangsa. Sikap permisif terhadap koruptor inilah yang menjadikan salah satu hambatan bagi upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan anti korupsi," kata dia.

(Baca juga: Pemerintah Minta KPK Tunda Penetapan Tersangka Para Calon Kepala Daerah)

Ray pun meminta KPK untuk mengabaikan permintaan pemerintah tersebut. Menurut Ray, permintaan itu bukan saja bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi, tapi sekaligus hal itu mengabaikan aspirasi masyarakat untuk mendapatkan pemimpin yang bersih.

Alasan bahwa calon kepala daerah sudah menjadi bagian dari milik publik, menurut Ray, adalah alasan yang sama sekali tidak berdasar.

"Sebaliknya, karena mereka sudah menjadi milik publik, dan punya potensi untuk mengelola urusan publik, maka oleh karena itulah sejak dini harus dipastikan bahwa calon-calon kepala daerah ini adalah orang-orang yang bersih dari kejahatan publik," kata dia.

Sebelumnya, pemerintah menyikapi pernyataan KPK yang menyatakan ada beberapa calon peserta pilkada yang hampir menjadi tersangka. Hal itu dibahas dalam rapat koordinasi khusus (rakorsus) Pilkada 2018.

(Baca juga: Pemerintah Nilai Penetapan Tersangka Calon Kepala Daerah Ganggu Pilkada)

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan meminta KPK menunda sementara penegakan hukum terhadap calon kepala daerah.

"Kalau sudah ditetapkan sebagai pasangan calon menghadapi pilkada serentak, kami dari penyelengara minta ditunda dululah, ya. Ditunda dulu penyelidikan, penyidikannya, dan pengajuannya dia sebagai saksi atau tersangka," ujar Winarto.

Menurut pemerintah, penetapan pasangan calon kepala daerah sebagai tersangka justru akan berpengaruh kepada pelaksanaan pilkada. Hal itu juga bisa dinilai masuk ke ranah politik.

Wiranto menuturkan, pasangan calon kepala daerah yang sudah terdaftar bukan lagi hanya sekadar pribadi, tetapi sudah menjadi milik partai dan milik masyarakat sebagai pendukungnya.

Oleh karena itu, penetapan tersangka calon kepala daerah oleh KPK dinilai akan berpengaruh pada pelaksanaan pencalonannya sebagai perwakilan dari paprol atau yang mewakili para pemilih.

Kompas TV KPK menjadi sorotan setelah Ketua KPK menyebut akan ada lebih dari satu orang calon kepala daerah yang menjadi tersangka.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com