Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Revisi UU MD3 yang Penuh Nuansa Pragmatisme Politik...

Kompas.com - 09/02/2018, 08:51 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) berlangsung dua kali pada periode 2014-2019.

Alih-alih memperbaiki kinerja, revisi UU MD3 di periode ini justru dinilai banyak diwarnai kepentingan pragmatis.

Hal itu terlihat pada revisi UU MD3 di awal kerja DPR pada Juli 2014. Undang-undang tersebut direvisi hanya untuk memuluskan langkah oposisi untuk merebut kursi pimpinan DPR.

Revisi berikutnya, pada Desember 2014, dilakukan hanya untuk mengakomodasi partai koalisi pemerintah ke dalam pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD).

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, revisi UU MD3 tak memiliki iktikad memperbaiki tata kelola parlemen yang baik.

(Baca: Pengamat: Revisi UU MD3 Hanya untuk Penuhi Syahwat Politik)

Bahkan, Lucius menilai bahwa revisi UU MD3 dilakukan hanya untuk kepentingan syahwat politik semata.

"Misi pembaharuan undang-undang harus diproyeksikan untuk suatu jangka waktu tertentu ke depannya, bukan justru untuk melayani syahwat partai-partai berkuasa akan kursi dan kursi," kata dia.

Sedangkan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly mengatakan, menilai penambahan tiga kursi pimpinan MPR bertujuan untuk menyolidkan seluruh fraksi di DPR.

(Baca: Yasonna Sebut Penambahan Tiga Pimpinan MPR demi Kondusivitas Politik)

Seperti apa perjalanan revisi UU MD3? Berikut rangkaian revisi UU MD3 pada periode 2014-2019.

1 Revisi UU MD3 jilid I, KMP vs KIH

Revisi Undang-undang MD3 kala itu disahkan pada 8 Juli 2014, sehari menjelang Pemilu Presiden 2014. Prosesnya berlangsung setelah Pemilu Legislatif 2014 selesai, di mana PDI-P keluar sebagai pemenang.

Saat itu, PDI-P selaku pemenang pemilu legislatif tak mendapat kursi pimpinan DPR lantaran kelompok oposisi berhasil mengubah aturan pemilihan pimpinan DPR berdasarkan sistem paket, yang sebelumnya berdasarkan sistem proporsional.

Melalui sistem proporsional, semestinya PDI-P langsung memperoleh kursi ketua DPR. Namun, dengan sistem paket PDI-P harus mengikuti pemilihan kembali di internal DPR.

Saat itu, polarisasi Koalisi Indonesia Hebat (KIH) selaku kumpulan partai koalisi pemerintah dan Koalisi Merah Putih (KMP) masih kuat. Dengan adanya revisi UU MD3 pada Juli 2014 maka tak satu pun perwakilan KIH yang duduk di kursi pimpinan DPR.

Saat itu, KIH masih terdiri dari empat partai yakni PDI-P, PKB, Partai Hanura, dan Partai Nasdem. Sedangkan KMP terdiri dari Partai Gerindra, Partai Golkar, PAN, PKS, dan PPP.

Selain mengubah sistem penetapan pimpinan DPR, revisi UU MD3 juga mengubah Pasal 245, di mana pemeriksaan anggota DPR yang terlibat tindak pidana tak butuh izin presiden, melainkan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Dengan demikian pasal yang direvisi ialah Pasal 84 tentang penetapan pimpinan DPR dan Pasal 245 tentang pemeriksaan anggota DPR yang terlibat tindak pidana.

(Baca juga: Dua PR untuk Bambang Soesatyo, Selesaikan Pansus Angket KPK dan Revisi UU MD3)

2. Revisi UU MD3 jilid II, akomodasi KIH ke pimpinan AKD

Revisi UU MD3 kali ini bernuansa pengakomodasian KIH ke dalam unsur pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD) berupa sejumlah komisi dan badan.

Bila dulunya pimpinan komisi dan badan di DPR hanya diisi oleh perwakilan KMP, dengan adanya revisi UU MD3 pada Desember 2014 maka perwakilan KIH mulai mengisi jabatan tersebut.

Revisi tersebut ialah menambah satu kursi pimpinan AKD sehingga perwakilan KIH bisa masuk ke dalamnya. Revisi itu dinilai sebagai akhir konflik dari KIH dan KMP di parlemen.

Selain itu revisi UU MD3 juga mewajibkan semua pihak menjalankan rekomendasi yang diberikan DPR berupa hasil rapat dengar pendapat, rapat kerja, rapat panitia khusus, dan rapat panitia kerja.

Ada delapan pasal UU MD3 yang dilakukan perubahan oleh DPR, yakni Pasal 74 Ayat 3,4, 5 dan 6; Pasal 97 Ayat 2; 98 Ayat 7,8 dan 9; Pasal 104 Ayat 2; Pasal 109 Ayat 2; Pasal 121 Ayat 2; dan Pasal 152 Ayat 2.

(Baca juga: UU MD3 Sekarang Dinilai Tak Relevan dengan Rencana Pemilu Serentak)

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

14 Negara Disebut Akan Ambil Bagian dalam Super Garuda Shield 2024

Nasional
Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Khofifah Ingin Duet dengan Emil Dardak, Gerindra: Kami Akan Komunikasi dengan Partai KIM

Nasional
Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Wamenkeu Sebut Pemilu 2024 Berkontribusi Besar Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Nasional
Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Mensos Risma Janjikan 3 Hal kepada Warga Kabupaten Sumba Timur

Nasional
SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

SYL Renovasi Rumah Pribadi, tapi Laporannya Rumah Dinas Menteri

Nasional
Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Jaksa KPK Sebut Nilai Total Gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh Capai Rp 62,8 M

Nasional
Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta 'Rest Area' Diperbanyak

Ratas Evaluasi Mudik, Jokowi Minta "Rest Area" Diperbanyak

Nasional
Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

Nasional
Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta Rupiah agar Bebas

Nasional
Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

Nasional
Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Yakin 'Presidential Club' Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin "Presidential Club" Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com