Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Revisi UU MD3 yang Penuh Nuansa Pragmatisme Politik...

Kompas.com - 09/02/2018, 08:51 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Bayu Galih

Tim Redaksi

3. Revisi UU MD3 Jilid III, akomodasi PDI-P dalam pimpinan DPR dan MPR

Revisi UU MD3 kali ini bernuansa pengakomodasian partai pemenang pemilu legislatif, yakni PDI-P yang tak kunjung mendapat kursi pimpinan DPR dan MPR.

Meski tinggal 1,5 tahun periode ini akan berakhir, PDI-P dan partai lainnya tetap bersikeras memperjuangkan jabatan tersebut.

Alih-alih hanya untuk mengakomodasi PDI-P, revisi UU MD3 ini juga dimanfaatkan partai lain yang menginginkan kursi pimpinan DPR dan MPR.

Karena itu, pembahasannya yang dimulai sejak Setya Novanto masih menjabat Ketua DPR itu pun terus berlarut-larut dan baru selesai pada Kamis (8/2/2018) kemarin.

Pemerintah dan delapan fraksi menyepakati pembahasan revisi UU MD3 soal penambahan kursi pimpinan MPR dan DPR dibawa ke rapat paripurna untuk seera disetujui.

Hal itu mengubah Pasal 84 tentang komposisi pimpinan DPR. Selain kepada PDI-P akan diberikan kepada dua partai lain yang berdasarkan perolehan suara masuk dalam tujuh besar, namun belum mendapat kursi pimpinan MPR yakni Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi PKB.

Sementara itu untuk kursi pimpinan DPR hanya ditambah satu dan diperuntukan untuk PDI-P selaku partai pemilik kursi terbanyak. Nantinya, kesepakatan penambahan satu kursi untuk pimpinan DPR juga akan dibawa ke paripurna untuk disahkan.

Namun, melalui ketentuan peralihan di dalamnya, komposisi pimpinan DPR dan MPR akan kembali menjadi satu ketua dan empat wakil ketua pada periode 2019-2024 dan seterusnya.

(Baca: DPR-Pemerintah Sepakat 2019 Pimpinan DPR dan MPR Kembali 5 Orang)

Selain itu ada pula penambahan satu kursi pimpinan untuk Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Ada pula revisi pada Pasal 245 tentang pemeriksaan anggota DPR yang terlibat tindak pidana. Pada 2015, ketentuan pemeriksaan atas seizin MKD dibatalkan Mahkamah Konstitusi sehingga kembali atas seizin presiden.

Namun, DPR dalam revisi kali ini menambahkan ketentuan pertimbangan MKD sebelum presiden memberi izin.

Tetapi ketentuan tersebut tidak berlaku bagi anggota DPR yang tertangkap tangan saat melakukan tindak pidana, terlibat tindak pidana khusus, dan pidana dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup.

(Baca juga: Sebelum Izin Presiden, Pemeriksaan Anggota DPR Dipertimbangkan MKD)

Pasal 73 tentang pemanggilan paksa pihak yang diperiksa DPR pun turut direvisi. Dalam klausul pasal 73 revisi Undang-undang No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) itu, ditambahkan frase "wajib" bagi polisi membantu memanggil paksa pihak yang diperiksa DPR namun enggan datang.

Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) revisi UU MD3 Supratman Andi Agtas mengatakan, penambahan frase "wajib" dalam hal pemanggilan paksa salah satunya terinspirasi saat Komisi III memanggil gubernur.

Saat itu gubernur yang dipanggil tak kunjung hadir memenuhi undangan rapat dengar pendapat. Selain itu, DPR juga melihat polemik Panitia Khusus Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tak bisa menghadirkan lembaga antirasuah tersebut.

Ia mengatakan nantinya ketentuan itu akan diperkuat dengan ketentuan tambahan berupa Peraturan Kapolri (Perkap). Penambahan frase "wajib" lanjut Supratman merupakan respons atas kegamangan Kapolri saat dimintai Pansus Angket memanggil paksa KPK.

Saat itu, Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian merasa hukum acara pemanggilan paksa oleh polisi hanya berlaku bagi proses hukum sedangkan forum rapat dengar pendapat di Pansus Angket merupakan proses politik.

(Baca: Draf RUU MD3, Polisi Wajib Panggil Paksa Pihak yang Diperiksa DPR)

Kompas TV PDI Perjuangan akan mendapat kursi pimpinan DPR melalui revisi Undang-Undang MD3.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Gibran Bertemu Ma'ruf Amin, Saat Wapres Termuda Sowan ke yang Paling Tua

Nasional
Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Anies Dinilai Masih Berpeluang Maju Pilkada Jakarta, Mungkin Diusung Nasdem dan PKB

Nasional
Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Petuah Jokowi-Ma'ruf ke Prabowo-Gibran, Minta Langsung Kerja Usai Dilantik

Nasional
Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Kejagung Periksa 3 Saksi Terkait Kasus Korupsi Timah, Salah Satunya Pihak ESDM

Nasional
Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Tak Dukung Anies Maju Pilkada Jakarta, PKS Dinilai Ogah Jadi “Ban Serep” Lagi

Nasional
2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

2 Prajurit Tersambar Petir di Mabes TNI, 1 Meninggal Dunia

Nasional
Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Usung Perubahan Saat Pilpres, PKB-Nasdem-PKS Kini Beri Sinyal Bakal Gabung Koalisi Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

[POPULER NASIONAL] Anies-Muhaimin Hadir Penetapan Presiden-Wapres Terpilih Prabowo-Gibran | Mooryati Soedibjo Tutup Usia

Nasional
Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Sejarah Hari Posyandu Nasional 29 April

Nasional
Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com