Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jawab Eksepsi Novanto, Jaksa KPK Jelaskan Kewenangan Pemisahan Perkara

Kompas.com - 28/12/2017, 14:24 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memaparkan soal pemisahan penanganan perkara atau splitsing dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

Penjelasan tersebut dipaparkan dalam jawaban atas eksepsi yang diajukan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto.

Jaksa Eva Yustisiana mengatakan, splitsing perkara merupakan salah satu kewenangan diskresi penuntut umum dalam proses penuntutan.

"Yakni mengajukan beberapa pelaku tindak pidana terpisah meski dari satu perkara hasil penyidikan," ujar Eva dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (28/12/2017).

Eva menjelaskan, splitsing diatur dalam Pasal 142 KUHAP yang berbunyi :

"Dalam hal penuntut umum menerima satu berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh beberapa orang tersangka yang tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 141, penuntut umum dapat melakukan penuntutan terhadap masing-masing terdakwa secara terpisah."

(Baca juga: Jawab Pengacara Novanto, Jaksa Analogikan Pencurian di Rumah Kosong)

Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto saat memasuki ruang sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (27/12/2017).KOMPAS.com/AMBARANIE NADIA Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto saat memasuki ruang sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (27/12/2017).
Di sisi lain, jaksa juga berhak menggabungkan perkara yang dinilai saling berkorelasi, baik dari segi pelaku maupun kasusnya.

Dalam pasal 141 KUHAP, disebutkan bahwa penuntut umum dapat melakukan penggabungan perkara dan membuatnya dalam satu surat dakwaan apabila pada waktu yang sama atau hampir bersamaan ia menerima beberapa berkas perkara yang saling berkaitan.

Pertama, beberapa tindak pidana yang dilakukan oleh seorang yang sama dan kepentingan pemeriksaan tidak menjadikan halangan terhadap penggabungannya.

Kedua, beberapa tindak pidana yang bersangkut-paut satu dengan yang lain.

Ketiga, beberapa tindak pidana yang tidak tersangkut-paut satu dengan yang lain, tapi ada hubungannya.

"Yang dalam hal ini penggabungan tersebut perlu bagi kepentingan pemeriksaan," kata Eva.

(Baca juga: Melihat Perjalanan Setya Novanto dalam Kasus E-KTP pada 2017)

Pengacara Novanto sebelumnya mempermasalahkan hilangnya sejumlah nama dalam dakwaan Novanto. Padahal, dalam dakwaan terdakwa sebelumnya, mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto disebutkan banyak pihak yang menerima uang dari proyek e-KTP.

Sebut saja ada mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, serta tiga politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Adapun tiga politisi PDI-P itu adalah mantan anggota Komisi II DPR Yasonna Laoly (kini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia) dan Ganjar Pranowo (kini Gubernur Jawa Tengah), serta mantan Wakil Ketua Badan Anggaran DPR Olly Dondokambey (kini Gubernur Sulawesi Utara).

(Baca: Pengacara Novanto Heran Tiga Nama Politisi PDI-P Hilang dari Dakwaan)

Jaksa Ahmad Burhanuddin mengatakan, nama-nama tersebut memang belum ditetapkan sebagai tersangka.

"Meski belum ditetapkan sebagai tersangka, tidak menghilangkan unsur penyertaan bersama-sama tersangka," kata Ahmad.

Kompas TV Sidang dugaan korupsi proyek KTP elektronik dengan terdakwa Setya Novanto kembali digelar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com