Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Perjalanan Setya Novanto dalam Kasus E-KTP pada 2017

Kompas.com - 28/12/2017, 09:53 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua DPR, Setya Novanto, melalui perjalanan panjang pada tahun 2017 hingga akhirnya disidang sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.

Nama Novanto semakin kuat dikaitkan dalam kasus e-KTP setelah muncul pada sidang perdana kasus itu.

Saat itu, mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman menjadi terdakwa.

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, Kamis (9/3/2017), Novanto disebut memiliki peran dalam mengatur besaran anggaran e-KTP yang mencapai Rp 5,9 triliun.

Baca juga: Jalan Panjang KPK Membawa Setya Novanto ke Kursi Pesakitan

Akhirnya, Novanto menjalani sidang perdananya sebagai terdakwa dalam kasus korupsi e-KTP pada 13 Desember 2017.

Berikut perjalanan Novanto dalam kasus korupsi e-KTP yang menyeretnya ke meja hijau:

9 Maret 2017: Sidang Perdana Korupsi e-KTP

Pengadilan Tipikor membacakan dakwaan Irman dan Sugiharto yang menyebut keterlibatan Novanto dalam kasus korupsi e-KTP.

Dua terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/7/2017).KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Dua terdakwa mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/7/2017).
Awalnya, Novanto ditemui sejumlah pejabat Kementerian Dalam Negeri untuk minta dukungan terkait proyek e-KTP pada Februari 2010 di Hotel Gran Melia, Jakarta.

Saat itu, yang menemui Novanto adalah dua terdakwa yang juga pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, Sekjen Kemendagri Diah Anggraini, dan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong. Novanto menyatakan dukungan.

Pertemuan berikutnya dilakukan di ruang kerja Novanto di Lantai 12 Gedung DPR RI.

Baca juga: Dua Pejabat Kemendagri Didakwa Rugikan Negara Rp 2,3 Triliun Proyek E-KTP

Saat ditanya bentuk dukungan, Novanto menjawab akan mengoordinasikan dengan pimpinan fraksi yang lain.

Kemudian, sekitar Juli-Agustus 2010, proyek e-KTP dibahas dalam pembahasan Rancangan APBN tahun anggaran 2011.

Terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (10/11/2017). Sidang lanjutan tersebut mengagendakan mendengarkan keterangan saksi untuk mendalami kasus e-KTP.ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA Terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong mendengarkan keterangan saksi pada sidang lanjutan kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (10/11/2017). Sidang lanjutan tersebut mengagendakan mendengarkan keterangan saksi untuk mendalami kasus e-KTP.
Dalam dakwaan, Andi Narogong diketahui beberapa kali melakukan pertemuan dengan Novanto, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

"Karena anggota DPR RI tersebut dianggap sebagai representasi Partai Demokrat dan Partai Golkar yang dapat mendorong Komisi II DPR RI menyetujui anggaran proyek," demikian isi dakwaan KPK.

Hingga kemudian, Novanto bersama Andi, Anas, dan Nazaruddin, disebut menyepakati anggaran proyek e-KTP sesuai grand design 2010, yaitu RP 5,9 triliun.

Baca juga: Ini 10 Pengakuan Andi Narogong soal Korupsi E-KTP

Dari anggaran itu, rencananya 51 persen atau Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belanja riil pembiayaan proyek e-KTP.

Sementara, 49 persen atau sebesar Rp 2,558 triliun, akan dibagi-bagi ke sejumlah pihak.

Novanto bersama Andi, Anas, dan Nazaruddin kemudian disebut mengatur pembagian anggaran dari 49 persen yang rencananya akan dibagi-bagi.

Pembagiannya adalah 7 persen (Rp 365,4 miliar) untuk pejabat Kementan, 5 persen (Rp 261 miliar) untuk anggota Komisi II DPR, dan 15 persen (Rp 783 miliar) untuk rekanan/pelaksana pekerjaan.

Sedangkan 11 persen (Rp 574,2 miliar) direncanakan untuk Setya Novanto dan Andi Narogong, dan 11 persen (Rp 574,2 miliar) lainnya untuk Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin.

6 April 2017: Bantahan Setya Novanto dalam Sidang Irman dan Sugiharto

Novanto membantah keterlibatan dirinya dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Novanto mengaku tak mengetahui apa pun terkait pembagian uang kepada sejumlah anggota DPR.

"Saya tidak tahu, saya tidak pernah tahu," kata Novanto kepada majelis hakim.

Ketua DPR RI Setya Novanto memenuhi panggilan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/4/2017).KOMPAS.com/AMBARANIE NADIA Ketua DPR RI Setya Novanto memenuhi panggilan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (6/4/2017).

Novanto mengaku hanya mengetahui bahwa proyek e-KTP merupakan program nasional yang sangat bermanfaat bagi data kependudukan masyarakat.

Baca juga: 6 Bantahan Setya Novanto Saat Namanya Terseret Kasus E-KTP

Novanto juga membantah menerima sejumlah uang dari proyek itu. Dalam dakwaan, Novanto disebut menerima Rp 574,2 miliar.

"Itu tidak benar, saya yakin Yang Mulia," kata Novanto.

17 Juli 2017: Setya Novanto Ditetapkan Tersangka oleh KPK

Halaman:


Terkini Lainnya

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com