Empat belas menteri itu disebut-sebut telah menanggalkan jabatan mereka di partai politik masing-masing.
Pada reshuffle kabinet jilid II, Juli 2016, Jokowi menunjuk Wiranto sebagai Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
Saat itu, Wiranto masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura.
Tak lama setelah itu, Wiranto langsung melepas jabatannya di partai. Posisi Ketua Umum Hanura diambil alih oleh Oesman Sapta Odang.
Tanda tanya
Sejauh ini, sikap Airlangga belum jelas apakah akan secara sukarela mengundurkan diri dari kabinet setelah terpilih sebagai Ketua Umum Golkar. Sikap Jokowi terhadap Airlangga juga masih tanda tanya.
Ia tak mau berandai-andai dan menyerahkan sepenuhnya jabatan sebagai menteri kepada Presiden Jokowi.
"Tanya Presiden," kata Airlangga kepada wartawan, usai rapat pleno penetapannya sebagai ketua umum.
Baca: Luhut: Presiden Tak Suka Ketum Golkar Rangkap Jabatan
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan, Airlangga sudah meminta izin untuk maju sebagai Golkar 1. Namun, saat ditanya soal posisi Airlangga di Kabinet Kerja, Jokowi juga tidak menjawab dengan tegas.
"Yang mau ngerangkap itu siapa? Ngerangkap-ngerangkap," kata Jokowi di Lapangan Monas, Jakarta, Rabu (29/11/2017).
Etika
Peneliti Lingkaran Survei Indonesia Ardian Sopa mengatakan, secara aturan memang tidak ada larangan menteri merangkap jabatan sebagai ketua umum partai politik.
Namun, secara etika, Airlangga harus mundur karena sejak awal Presiden Joko Widodo berkomitmen menterinya tidak rangkap jabatan.