JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, proses hukum atas laporan terhadap dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang masih sebatas menerbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP). Penerbitan SPDP tak serta merta langsung menetapkan keduanya sebagai tersangka.
"Jangan langsung berpikir seperti di KPK. Kalau KPK, sprindik langsung tersangka, kalau Polri itu SPDP baru beritahu ke kejaksaan bahwa Polri sedangan menangani sedang menyidik kasus," ujar Setyo di Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Dalam proses penyidikan, akan dilihat apakah bukti yang ada dapat menunjang untuk ditetapkan tersangka. Bukti tersebut dicari melalui dokumen dan juga keterangan para saksi serta ahli.
Sebaliknya, jika bukti yang didapatkan tidak mendukung adanya unsur pidana, maka penyidikan bisa dihentikan.
Baca juga : Kapolri Tegur Penyidik soal SPDP Dua Pimpinan KPK
"Apabila nanti dalam perjalanan ternyata tidak memiliki bukti kuat, maka bisa saja dihentikan dengan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan)," kata Setyo.
Dua pimpinan KPK dan sejumlah penyidik dilaporkan oleh pengacara Novanto, Sandy Kurniawan. Keduanya diduga membuat surat palsu dan menyalahgunakan wewenang dalam menerbitkan surat menyurat terkait Novanto.
Surat yang dimaksud adalah permintaan cegah ke pihak imigrasi terhadap Novanto yang terbit pada 2 Oktober 2017. Surat tersebut dikeluarkan setelah hakim praperadilan Cepi Iskandar menggugurkan status tersangka Novanto.
Dalam putusan itu, dinyatakan bahwa penetapan tersangka Novanto tidak sah dan batal demi hukum. Hakim praperadilan Cepi Iskandar juga meminta KPK menghentikan penyidikan terhadap Novanto dalam putusan tersebut.